Bersembunyi Dibalik Value Chain

Beranda » Berita Kerah Biru » Daerah >>Bersembunyi Dibalik Value Chain

 

( Catatan dari Ian Gilang (Ketua PC FSP Kerah Biru-SPSI Morowali)

Morowali_Kerahbirunews,-  Mengacu pada “Guiding Principles on Business and Human Right” (UNGPs B+HR) yang menegaskan bahwa semua pelaku bisnis memiliki tanggung jawab untuk menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Maka untuk dapat melakukan hal tersebut pelaku usaha harus mengidentifikasi, mencegah, memitigasi dan memperhitungkan cara mereka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha mereka terhadap HAM. Oleh sebab itu kewajiban (mandatory) melakukan Uji Tuntas Hak Asasi Manusia (Human Right Due Diligence- HRDD) adalah suatu keharusan bagi pelaku usaha atau perusahaan.

Aspek ESG adalah keutamaan dalam bisnis ekstraksi

Industri Nikel merupakan salah satu contoh bisnis ekstraksi dimana bisnis digerakkan oleh pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang meliputi bahan baku alam hingga keseluruhan proses untuk mendapatkan barang jadi yang bermanfaat bagi manusia. Tentu kegiatan bisnis nikel akan membawa berbagai dampak baik sosial, lingkungan dan ekonomi. Untuk itu kegiatan ekstraksi sangat membutuhkan pengawasan dan penerapan berbagai regulasi khusus.

Pemerintah telah memutuskan untuk melakukan kebijakan hilirisasi nikel yang diyakini sebagai langkah awal transformasi dan akselerasi perekonomian Indonesia. Investasi yang selama ini terkonsentrasi di Pulau Jawa, kini secara spasial semakin bergerak ke Indonesia bagian timur yang kaya akan sumber daya alam khusunya nikel yang diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Namun yang tidak dapat diabaikan dari hilirisasi nikel adalah bahwa hilirisasi harus selalu menjunjung aspek lingkungan (environmental), sosial (social) dan tata kelola (governance). Aspek environmental, social, and governance (ESG) harus benar-benar menjadi aspek utama dari kegiatan suatu bisnis. Diperlukan regulasi dan standard mengenai usaha yang keberlanjutan. Untuk mendapatkan regulasi inilah maka dibutuhkan apa yang disebut Human Right Due Diligence bahkan ditambah Environmental yaitu Human Right and Environmental Due Diligence (HREDD) karena bisnis ekstraksi sangat berdampak pada lingkungan.

Uji Tuntas HAM dan Lingkungan (HREDD)

Industri nikel telah membawa dampak terhadap manusia dan perubahan iklim. Ditengah upaya global dalam menaruh perlindungan, penghormatan dan pemulihan HAM serta upaya-upaya berkelanjutan dalam menghadapi perubahan iklim, industri nikel telah megakibatkan banyaknya korban jiwa baik dari kecelakaan kerja dan bencana alam yang diakibatkan perubahan morfologi bumi akibat penambangan disamping semakin luasnya deforestasi dan pencemaran lingkungan.

Terlepas dari target pertumbuhan ekonomi, kegiatan hilirisasi nikel telah memberi kontribusi terhadap kerusakan iklim, runtuhnya keanekaragaman hayati, terkikisnya hak-hak pekerja dengan mengabaikan kerja layak, bahkan tidak menutup kemungkinan intimidasi bagi aktivis lingkungan.

Era globalisasi telah memungkinkan perusahaan beroperasi melintasi batas negara dengan sedikit atau tanpa hambatan. Mereka sering melakukan outsourcing dan mensubkontrakkan sebagian rangkaian kegiatan bisnis yang dilakukan untuk menambah nilai pada produksi mereka (value chain). Beberapa pekerjaan perusahaan disubkontraktorkan kepada kontraktor lokal sehingga standar lingkungan dan standar HAM menjadi longgar. Contohnya saja di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali. Banyak pekerja yang upahnya tidak dibayar atau terlambat dibayar oleh perusahaan-perusahaan lokal, pungli, dan pengabaian keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Perusahaan-perusahaan inti menghindari tanggung jawab dengan bersembunyi di balik rantai nilai (value chain) mereka yang panjang dan rumit, yang memang dirancang rumit. Dalam kasus seperti ini, sulit untuk mengungkap dan menentukan tanggung jawab bagi para korban penyalahgunaan korporasi. Ketika perusahaan-perusahaan utama dihadapkan pada pelanggaran HAM dan lingkungan hidup dalam rantai nilai mereka, banyak perusahaan melepaskan tanggung jawab kepada pemasok mereka. Perusahaan berpendapat bahwa mereka tidak mempunyai pengaruh terhadap pemasok, meskipun mereka telah mempekerjakan para pekerja.

Dengan meningkatnya globalisasi rantai nilai, muncul kebutuhan akan peraturan yang jelas untuk membuat perusahaan bertanggung jawab dalam mencegah, memitigasi, dan memperbaiki pelanggaran HAM atau hak lingkungan hidup dalam keseluruhan proses kegiatan usaha perusahaan (rantai nilai) mereka.

Mengesahkan undang-undang yang mewajibkan perusahaan-perusahaan untuk menerapkan uji tuntas akan memberikan banyak manfaat, termasuk: mencegah pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan di seluruh dunia; meningkatkan akses terhadap keadilan bagi korban pelecehan korporasi, di dalam dan di luar perusahaan; membantu otoritas negara memenuhi tugas mereka untuk melindungi hak asasi manusia;meningkatkan penilaian dan manajemen risiko perusahaan, menjadikannya lebih tangguh.

Sudah selayaknya setiap perusahaan melakukan Uji Tuntas HAM dan Lingkungan yang meliputi semua rantai pasok (Suplay Chain) agar ketiga pilar Bisnis HAM (B HAM) yaitu protect (perlindungan), respect (penghormatan) dan remedy (pemulihan) dapat dicapai.  Penerbitan Perpres No.60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas B HAM) diharapkan mampu mendorong pencapaian ketiga pilar B HAM termasuk dalam hilirisasi industri nikel di Indonesia.

By Kerah Biru

Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru berdiri pada tanggal 29 September 2022 di Jakarta. Merupakan Federasi Serikat Anggota termuda yang berafliasi pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *