Beranda » Berita Kerah Biru >>Dampak Perpres No 59 Tahun 2024
Cibinong_Kerahbirunews,- Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan mengundang para pengurus Serikat Pekerja/Buruh dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan pada Jumat, 28 Juni 2024 di Hotel Harris Cibinong, Jawa Barat. Acara yang dipandu langsung oleh anggota Dewas, Siruaya Utamawan dibuka oleh Ketua Dewan Pengawas Abdul Kadir melalui daring.
FGD yang bertemakan “Serap Aspirasi Pekerja Atas Dampak Perpres Nomor 59 tahun 2024 terhadap Pekerja” menghadirkan narasumber dan penanggap diantaranya, Kisworowati (Deputi Direksi Bidang HAL dan Regulasi), Timboel Siregar (BPJSWatch), Darius (Jamsoskeswatch) Sahat Butar-butar (FSPMI), Sunandar (FSP KEP-KSPI) dan Jusuf Rizal (LIRA).
Ketua Dewas Kesehatan Abdul Kadir dalam sambutannya menyampaikan bahwa dengan terbitnya Perpres No.59 ini tentunya mengakibatkan perubahan yang sangat besar dalam implementasi program Jaminan kesehatan nasional (JKN). Tentunya pekerja/buruh penerima upah tentunya akan mengalami dampak dengan terbitnya Perpres ini. Demikianlah dilaksanakan kegiatan ini untuk menerima masukan dari unsur pekerja/buruh yang akan menjadi pertimbangan bagi manajemen untuk menyusun kebijakan-kebijakan kedepan.
Abdul Kadir mengatakan bahwa bilamana nantinya implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada bulan Juli 2025 maka perlu bersama-sama memberikan pemikiran dan masukan terutama pada pelaksanaan Jaminan dan perlindungan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dalam pemaparannya, Kisworowati menjelaskan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 merupakan perubahana ketiga dari Perpres No 82 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Terdapat 24 pasal yang mengalami perubahan diantaranya denda maksimal yang sebelumnya 30 juta rupiah menjadi 20 juta rupiah. Selain itu terkait skrining yang sebelumnya hanya 4 ( diabetes meilitus, hipertensi, ginjal kronik, dan jantung coroner) menjadi 7 (diabetes meilitus, hipertensi, ishaemic heart disease,storke, kanker Rahim, kanker payudara dan anemia remaja putri).
Sementara itu, dalam presentasinya Timboel Siregar menjelaskan bahwa mengacu pada pasal 103B ayat 1, Perpres no 59 tahun 2024 KRIS baru akan dilaksanakan secara menyeluruh sejak 1 Juli 2025 untuk rumah sakit (RS) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Saat ini pelaksanaan KRIS dilakukan secara bertahap dan selama proses pentahapan ini pelayanan kelas 1,2, dan 3 di RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan masih berjalan seperti biasa.
Namun menurut penjelasn Timboel Siregar terdapat potensi masalah KRIS satu ruang perawatan. Menurutnya pelaksanaan KRIS akan menghambat akses peserta JKN pada ruang perawatan. Pelaksanaan KRIS akan merujuk pada Pasal 18 PP no 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumasakitan, yang mengamanatkan jumlah tempat tidur rawat inap untuk pelayanan KRIS paling sedikit 60 persen dari seluruh tempat tidur untuk RS milik Pemerintah dan 40 persen dari seluruh tempat tidur untuk RS swasta.
Dengan demikian ada risiko peserta JKN mencari sendiri ruang perawatan ke RS lain (tanpa kepastian), atau menjadi pasien umum dengan membayar sendiri biaya perawatan, atau membayar selisih biaya naik kelas ruang perawat di luar KRIS. Out of pocket akan lebih banyak terjadi dan lebih besar biayanya.
Sementara itu dalam memberikan masukan, Ketua Umum FSP Kerah Biru-SPSI, Royanto Purba mengatakan agar Perpres No.59 tahun 2024 ini dikaji atau ditunda pelaksanaanya karena bertentangan dengan PP No.47 tahun 2021. Menurutnya tidak elok jika Perpres bertentangan atau tidak harmonis dengan Peraturan Pemerintah yang dapat menimbulkan penafsiran.
Selain itu menurut Royanto, bagaimana mungkin menjalankan regulasi jika sarana dan prasarana regulasi itu sendiri belum siap. Dengan regulasi ini tentunya RS harus mengeluarkan biaya untuk ruangan dan fasilitas lainnya agar sesuai dengan regulasi tentang syarat-syarat faskes. Tentunya ini akan menambah biaya besar RS dan akan berdampak pada kenaikan iuran.
“Pemerintah seharusnya tidak buru-buru dalam mengeluarkan regulasi, ini menjadi contoh lain bagaimana meaningful participation dalam pembuatan peraturan rendah” pungkas Ketua Umum Kerah Biru tersebut.