Beranda » Berita Kerah Biru >>Dark Factory Mengancam Pekerja Indonesia
Jakarta_Kerahbirunews,- Perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) telah mendorong industri di Cina bekerja tanpa cahaya, tanpa tenaga kerja, beroperasi 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Industri yang dikenal dengan istilah “dark factory” ini telah meningkatkan angka pengangguran di Cina akibat semakin sedikitnya kebutuhan tenaga manusia di sektor manufaktur.
Royanto Purba dalam kapasitasnya sebagai anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyampaikan hal tersebut. Ketua Umum FSP Kerah Biru_SPSI mengatakan bahwa semestinya jumlah penduduk yang besar akan meningkatkan daya beli, namun sebaliknya dengan kondisi pengangguran maka daya beli tersebut tidak terjadi. Demikian Royanto Purba mengawali pemaparannya saat menjadi narasumber pada kegiatan Dialog Mitra antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh bersama Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Senin,17 Maret 2025 di Jakarta.
Lebih lanjut Royanto mengatakan bahwa dampak dari dark factory adalah memaksa Cina untuk berinvestasi ke luar negeri dengan syarat menggunakan pekerja-pekerja asal Cina. Hal ini menjadi mempersempit peluang kerja para pekerja lokal.
Kondisi ini berdampak pada ekonomi dalam negeri dimana dengan meningkatnya pengangguran dan daya beli yang rendah disertai beberapa regulasi yang merugikan industri lokal semakin memperparah nasib para pekerja/buruh.
Akibatnya peserta Penerima Upah (PU) Jaminan Sosial Ketenagakerjaan akan semakin berkurang, sebaliknya pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) semakin meningkat. Tidak mustahil jika dark factory juga masuk ke Indonesia maka diapstikan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan akan semakin berkurang.
Royanto Purba menghimbau agar kondisi ini benar-benar menjadi perhatian pemerintah dan juga Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kondisi PHK yang begitu marak saat ini menjadikan berkurangnya kepesertaan BPJS TK.
“Tentu mereka harus segera diakomodir untuk tetap menjadi bagian dari kepesertaan mandiri sebagai pekerja BPU dan ini membutruhkan kolaborasi antara serikat dan BPJS TK” uajr Royanto.
Sementara itu M.Zuhri Basri selaku Ketua DEWAS TK mengatakan bahwa BPJS Ketenagakerjaan memiliki peran strategis dalam memastikan keberlanjutan perlindungan sosial bagi pekerja di berbagai sektor, termasuk sektor tekstil yang mengalami peningkatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini berimplikasi terhadap stabilitas ekonomi pekerja dan kepesertaan mereka dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Banyak pekerja yang awalnya terdaftar sebagai Penerima Upah (PU) harus beralih menjadi Bukan Penerima Upah (BPU) setelah kehilangan pekerjaan.
Menurutnya Proses transisi ini menimbulkan tantangan, baik dari segi kepatuhan kepesertaan, kesinambungan manfaat perlindungan sosial, maupun dari aspek regulasi dan pengawasan.
Oleh karena itu, diperlukan strategi optimalisasi dalam pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan agar tetap memberikan manfaat yang berkelanjutan. Sebagai bagian dari pengawasan atas optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan, Dialog Mitra ini bertujuan untuk menjaring perspektif dan masukan dari para narasumber terkait tantangan dan solusi keberlanjutan kepesertaan bagi pekerja terdampak PHK.