Beranda » Berita Kerah Biru » Nasional >>Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Jakarta_Kerahbirunews.-Dalam rangka memberikan pemahaman mengenai pelaksanaan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Direktorat Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Direktorat Jenderal PHI dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan menyelenggarakan “Edukasi Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan” yang diselenggarakan di Harris Suites Puri Mansion, Jakarta, Jumat (9/6/2023).
Acara yang diinisiasi BPJSTK Kantor Cabang Jakarta Grogol ini menghadirkan perwakilan dari setiap perusahaan yang terdiri dari 1 orang mewakili serikat pekerja dan 1 orang mewakili perusahaan. Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia , Royanto Purba dan Sekretaris Umum Saefpuloh menghadiri undangan tersebut.
Edukasi Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan ini untuk lebih menjelaskan kebijakan dan implementasi program Jaminan Sosial khususnya di Propinsi DKI Jakarta. Pada kesempatan tersebut Direktorat Jaminan Sosial memaparkan tentang kebijakan-kebijakan tentang jaminan sosial yang menyangkut tujuan, prinsip penyelenggaraan , dan asas penyelenggaraannya. Selain itu juga dijelaskan sumber pendanaan JKP dan syarat-syarat penerima program JKP tersebut.
Sementara itu Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Propinsi DKI Jakarta memberikan pemaparan regulasi dalam mendukung pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan di Propinsi DKI Jakarta seperti PERDA No 6/2014 tentang ketenagakerjaan, Pasal 52 (2) tiap perusahaan wajib melaksanakan perlindungan tenaga kerja yang terdiri dari Norma Jaminan sosial tenaga kerja ; Pasal 63 (1) setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jamsostek. PERGUB 55/2016 tentang pelaksanaan Jaminan Sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan Pasal 22 (1) Pemerintah Daerah dan BPJSKetenagakerjaan melaksanakan Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja di Wilayah DKI Jakarta; PERGUB 200/206 tentang optimalisasi penyelenggaraan Jaminan Sosial melalui BPTSP Pasal 3: Optimalisasi Penyelenggaraan jaminan sosial pekerja melalui mekanisme Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Pada pelaksanaanya sinergitas peran mediator dan pengawas ketenagakerjaan di Propinsi DKI Jakarta terus ditingkatkan. Peran Mediator Hubungan Industrial adalah melakukan Pembinaan secara langsung kepada 10 (sepuluh) perusahaan setiap bulannya terkait pelaksanaan program jaminan sosial,melakukan Pembinaan secara klasikal dengan mengundang 20 (dua puluh) perusahaan setiap minggunya didampingi BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan dan merekomendasikan kepada Pengawas Ketenagakerjaan dalam hal perusahaan yang tidak patuh untuk dilakukan Langkah pengawasan lebih lanjut.
Sementara Pengawas Ketenagakerjaan berperan melakukan pengawasan secara langsung kepada 10 (sepuluh) perusahaan setiap bulannya terkait pelaksanaan program jaminan sosial dan melakukan koordinasi dengan pihak terkait (Dinas Kesehatan, DPMPTSP) dalam hal penindakakan atas ketidakpatuhan dan rekomendasi penerbitan sanksi administrasi (TMP2T).
John W Daniel Saragih salah satu praktisi ketenagakerjaan yang menjadi narasumber pada sesi diskusi ketiga memaparkan tentang mekanisme dan pembuktian PHK. Pengakhiran Hubungan Kerja atau PHK terjadi karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha.
Pengusaha, pekerja, serikat pekerja (SP), dan Pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Jika Harus terjadi PHK, maksud dan alasan PHK diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau SP/ SB (untuk pekerja yang merupakan anggota SP) di dalam Perusahaan. Dalam hal Pekerja/Buruh atau SP/ SB telah mendapatkan surat pemberitahuan dan menolak PHK, penyelesaian PHK melalui Bipartit wajib dilakukan. Perselisihan PHK dilakukan melalui tahap-tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme PPHI.
Jika terjadi PHK maka perlu dibuat surat pemberitahuan PHK. Dalam surat Pemberitahuan itu dimuat maksud dan alasan PHK, serta kompensasi PHK dan hak lainnya bagi pekerja yang timbul akibat PHK. Surat Pemberitahuan PHK disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja dan/atau SP di dalam Perusahaan (untuk pekerja yang merupakan anggota SP). Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan paling lambat 14 hari kerja sebelum PHK.
Secara umum pada Edukasi Jaminan Kehilangan Pekjerjaan dijelaskan bahwa JKP hanya bisa didaftarkan oleh perusahaan, tidak bisa mendaftar mandiri. Pekerja yang dapat menerima JKP, yaitu pekerja yang diberhentikan tidak sesuai kontrak. Apabila mengundurkan diri atau pensiun, maka tidak akan mendapatkan manfaat JKP.
Ada pun syarat klaim JKP, yaitu telah bekerja dan membayar minimal 12 bulan dengan adanya pembayaran secara 6 berturut-turut, ada bukti PHK, dan ada bukti Perjanjian Kerjasama antara pekerja dengan perusahaan. Pekerja hanya diberikan waktu 3 bulan sejak PHK untuk mengajukan JKP.
Manfaat yang didapatkan yaitu berupa uang tunai selama 6 bulan, akses informasi terhadap lapangan pekerjaan dan program pelatihan. Tujuannya adalah untuk memberikan kehidupan yang layak bagi pekerja yang ter-PHK dan mempersiapkan mereka untuk memperoleh pekerjaan yang baru.
Sekretaris Umum FSP Kerah Biru-SPSI, Saefpuloh pada kepada media menjelaskan bahwa peran serikat pekerja sangat diharapkan untuk aktif dalam memperhatikan syarat-syarat JKP ini. Pada kondisi pekerja/buruh kehilangan pekerja akan sangat disayangkan jika manfaat JKP tidak terealisasi karena kelalaian dalam persyaratan.
“Kita juga akan mensosialisasikan Program JKP ini pada seringat pekerja anggota kita yang disektor formal, karena dalam perkembangannya beberapa serikat pekerja telah bergabung dalam wadah Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru” tutup Saefpuloh.
Program JKP utk Pekerja2 Formal Indonesia mmg tepat sekali utk disosialisasikan & diterapkan secara benar.