Beranda » Berita Kerah Biru >>Empat Pilar Kebangsaan bagi Generasi Z
Jakarta_Kerahbirunews,- Generasi Z (Gen Z) memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dalam memahami dan mengamalkan empat pilar kebangsaan. Dengan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik mereka, nilai-nilai kebangsaan dapat tertanam kuat dalam diri mereka. Penggunaan teknologi, metode pembelajaran yang kreatif, dan kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif Gen Z adalah kunci dalam membangun kesadaran kebangsaan yang kokoh. Dengan demikian, Gen Z tidak hanya akan menjadi pewaris, tetapi juga penjaga dan penguat nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru, Roderick Manna Yunita kepada media dalam wawancara di bilangan Jakarta Pusat, Sabtu 29 Juni 2024.
Menurut perempuan kelahiran Pekanbaru tersebut diperlukan sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung bagi Gen Z untuk belajar dan mengamalkan empat pilar kebangsaan.
“Hanya dengan upaya bersama, kita dapat memastikan bahwa semangat kebangsaan akan terus hidup dan berkembang dalam diri setiap generasi penerus bangsa.” ungkapnya.
Manna yang turut serta dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang dilaksanakan beberapa waktu lalu di Gedung Nusantara IV Komplek DPR Senayan Jakarta memaparkan bahwa Gen Z adalah generasi yang tumbuh dalam era digital dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Dalam konteks Indonesia, memahami dan mengamalkan empat pilar kebangsaan, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, merupakan tantangan tersendiri bagi Gen Z. Namun, dengan pendekatan yang tepat, generasi ini dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga dan memperkuat nilai-nilai kebangsaan.
Perempuan alumni Oregon State University, Porland,USA itu juga menjelaskan bahwa Pancasila merupakan dasar ideologi negara yang terdiri dari lima sila. Bagi Gen Z, pemahaman terhadap Pancasila perlu dikemas dengan cara yang relevan dengan kehidupan mereka. Misalnya, nilai-nilai gotong royong bisa diterapkan dalam aktivitas sehari-hari, seperti kerja sama dalam proyek sekolah atau komunitas online.
Media sosial juga dapat menjadi alat untuk menyebarkan dan memperkuat nilai-nilai Pancasila. Kampanye digital yang kreatif dan partisipatif dapat membuat Gen Z lebih tertarik untuk memahami dan mengamalkan Pancasila. Selain itu, kegiatan diskusi dan seminar yang melibatkan tokoh-tokoh inspiratif dari kalangan Gen Z dapat membantu mereka memahami pentingnya Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya, Manna juga menjelaskan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan konstitusi negara yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan. Memahami isi dan makna UUD 1945 menjadi tantangan tersendiri bagi Gen Z yang cenderung lebih tertarik pada hal-hal praktis dan visual.
Untuk mengatasi hal ini, pembelajaran tentang UUD 1945 perlu disampaikan melalui metode yang menarik, seperti video animasi atau infografis yang menjelaskan pasal-pasal penting dalam UUD 1945. Platform e-learning juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan akses yang lebih mudah dan interaktif bagi Gen Z dalam mempelajari UUD 1945. Selain itu, simulasi sidang parlementer atau kegiatan debat bisa menjadi cara efektif untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan Gen Z dalam memahami konstitusi negara.
Pada pemahaman pilar ke tiga, Manna mengatakan bahwa konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara yang harus dijaga dan dipertahankan oleh seluruh warga negara. Gen Z perlu memahami pentingnya menjaga keutuhan NKRI di tengah berbagai tantangan, seperti ancaman separatisme dan disintegrasi.
Peran pendidikan sangat penting dalam menanamkan semangat nasionalisme dan cinta tanah air kepada Gen Z. Melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, paskibra, atau kegiatan sosial yang melibatkan berbagai suku dan budaya, Gen Z dapat belajar tentang pentingnya persatuan dan kesatuan. Selain itu, perjalanan wisata edukatif ke berbagai daerah di Indonesia juga dapat membuka wawasan mereka tentang keanekaragaman budaya dan kekayaan alam Indonesia, sehingga menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap NKRI.
Roderick Manna yang merupakan pengurus pusat FSP Kerah Biru-SPSI termuda itu menceritakan tentang pengalamannya yang baru saja kembali dari wisuda saudari perempuannya di Washington DC. Dia merasakana bagaimana anak Bangsa Indonesia yang berada di luar negeri begitu kompak dan menyatu meski berbeda latar belakang suku, agama, kelompok dan ras.
“Tentu kebersamaan dan persatuan ini tidak terlepas dari apa yang kita sebut dengan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi satu jua” ungkap Manna.
Menurutnya pilar ke empat yakni Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu,” adalah semboyan negara yang mencerminkan keberagaman Indonesia. Bagi Gen Z, yang tumbuh dalam lingkungan yang semakin global dan multikultural, memahami dan mengamalkan semboyan ini sangat relevan.
Media sosial dan platform digital dapat menjadi ruang bagi Gen Z untuk mengeksplorasi dan merayakan keberagaman. Konten yang mengangkat tema keberagaman budaya, agama, dan etnis dapat meningkatkan kesadaran dan toleransi di kalangan Gen Z. Program pertukaran pelajar atau proyek kolaborasi antarsekolah dari berbagai daerah juga bisa menjadi sarana untuk mempererat persatuan dalam keberagaman. Selain itu, dialog antarbudaya dan kegiatan bersama yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat dapat memperkuat rasa kebersamaan dan menghargai perbedaan.
Mengakhiri wawancara, Manna menghimbau agar kaum Gen Z benar-benar dapat memahami dan mengamalkan empat pilar kebangsaan karena selain menjadi pewaris negeri juga berperan sebagai penjaga keutuhan negara dan bangsa