Hapus Stigma dan Diskriminasi HIV/AIDS

Beranda » Berita Kerah Biru >>Hapus Stigma dan Diskriminasi HIV/AIDS

 

Jakarta_Kerahbirunews,-  Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, FSP Kerah Biru-SPSI, Sarita Rahma meminta kepada semua kalangan khusunya pekerja untuk menghapus stigma dan diskriminasi pada penderita HIV/AIDS. Hal ini ditegaskannya kepada kerahbirunews, di Jakarta, pada Minggu, 12 Mei 2024.

Menurut Sarita, berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2022 terdapat 39 juta jiwa dengan angka kematian mencapai 630 ribu jiwa. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat. Untuk Indonesia sendiri berdasarkan artikel di situs yankes.kemenkes.go.id  tertanggal 29 Desember 2023 melansir bahwa hingga September 2023 kasus HIV/AIDS mencapai 500 ribu lebih,dimana penderitanya berada pada usia produktif 25-49 tahun.

Hapus stigma dan diskriminasi berikan dukungan positif

Sarita juga menambahkan bahwa kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Aquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) memiliki tantangan tersendiri. Data yang terungkap sulit diyakini sebagai cerminan keadaan sebenarnya.

“Ini ibarat gunung es yang hanya sebagian kecil muncul di permukaan.Banyak aspek yang membuat penyakit ini tidak terlihat atau tidak terungkap sepenuhnya” ungkap Sarita.

Sarita mengatakan :”Meski kesadaran akan bahaya HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun, namun tetap saja kasus ini memiliki aspek-aspek yang tidak terungkap sepenuhnya. Banyak kasus yang tidak dilaporkan atau tidak didiagnosis.”

Perempuan berdarah Minang itu menilai salah satu faktor yang menghambat pemberantasan HIV/AIDS adalah adanya rasa malu pada penderita. Stigma yang muncul di masyarakat terhadap pengidap HIV/AIDS menjadi salah satu faktor penyebab khususnya di Indonesia. Tidak jarang para pengidapnya mengalami diskriminasi sehingga para penderita cenderung memilih mendiamkannya.

Stigma dan diskriminasi ini harus dihapuskan. Semua kalangan harus memberikan dukungan kepada penderita HIV/AIDS sehingga ketika mereka merasakan gejala dapat segera melakukan pemeriksaan ke Puskesmas atau Rumah Sakit” jelas Sarita.

Perempuan paling rentan terpapar HIV/AIDS

Sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, FSP Kerah Biru-SPSI ini juga memaparkan bahwa perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi terkena HIV/AIDS.

Menurutnya ada beberapa faktor penyebab seperti faktor biologis. Perempuan secara biologis memiliki selaput lender alat kelamin yang tipis sehingga rentan terhadap kerusakan dan terkena infeksi. Hubungan seks tanpa pengaman (kondom) menjadi pemicu kerentanan tersebut.

Kesenjangan dan kekerasan gender yang kerap dialami perempuan juga menjadi pemicu penyebaran HIV/AIDS. Perempuan masih memiliki akses yang terbatas terhadap informasi, sumber daya dan keputusan terkait kesehatan seksual dan reproduksi mereka. Masih banyak kasus kekerasan dan pelecehan seksual dalam hubungan yang dapat meningkatkan risiko terkena HIV/AIDS terutama pada perempuan muda.

Sarita juga mengatakan bahwa selain kurangnya pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS, perempuan sering mengalami hambatan dalam akses layanan kesehatan dikarenakan keterbatasan finansial. Jarak geografis, stigma atau norma sosial yang merendahkan perempuan.

Solidaritas serikat pekerja sarana menghapus stigma dan diskriminasi

Lebih lanjut, Sarita menegaskan bahwa peran serikat pekerja dalam penanggulangan masalah HIV/AIDS khusunya di lingkungan kerja tidak dapat diabaikan. Melalui dialog sosial antara serikat pekerja dan pengusaha, dengan landasan filosofis menyadari bahwa  setiap pekerja memerlukan perlindungan dari risiko bahaya di tempat kerja.

“Melalui bipartit, pengusaha dan pekerja dapat saling memberi informasi sehingga menghasilkan langkah-langkah penanggulangan melalui perencanaan, penerapan kebijakan, pemantauan, evaluasi ataupun revisi kebijakan” tandas Sarita.

Serikat Pekerja juga perlu menumbuhkan rasa solidaritas yang dibangun atas perasaan saling percaya antar anggota, memiliki ikatan rasa persaudaraan atau persahabatan, saling menghormati sehingga menjadi daya dorong untuk suatu tanggung jawab kebersamaan.

Solidaritas akan menumbuhkan jiwa kebersamaan yang menjadi kesadaran bersama antar kawan dalam organisasi.

“Semboyan solidaritas satu orang tersakiti menyakiti kami semua, tentu akan membuang stigma dan diskriminasi kepada teman yang terkena HIV/AIDS” tegas Sarita.

“Solidaritas adalah perasaan saling percaya antara para anggota dalam suatu kelompok atau komunitas. Kalau orang saling percaya maka mereka akan menjadi satu/ menjadi persahabatan, menjadi saling hormat-menghormati, menjadi terdorong untuk bertanggung jawab dan memperlihatkan kepentingan sesamanya.”

Serikat pekerja juga harus senantiasa melakuka edukasi kepada anggota terutama tentang biohazard di lingkungan kerja. Melalui edukasi ini pengetahuan tentang ancaman bahaya dan pencegahan dapat dipahami semua anggota.

Serikat Pekerja dapat melakukan advokasi kepada manajemen perusahaan tentang bagaimana implementasi kebijakan non diskriminasi dan program pencegahan HIV AIDS dengan melakukan dialog sosial dengan manajemen perusahaan.

Serikat pekerja juga harus melakukan pendampingan terhadap kasus-kasus HIV/AIDS positif sesuai kebutuhan.  Perlu juga merundingkan program pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS di tempat kerja dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

“Akhir kata saya menghimbau agar stigma dan diskriminasi kepada penderita HIV/AIDS terutama pada pekerja harus dihapuskan” tutp Sarita

By Kerah Biru

Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru berdiri pada tanggal 29 September 2022 di Jakarta. Merupakan Federasi Serikat Anggota termuda yang berafliasi pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *