Beranda » Berita Kerah Biru » Nasional >>Gapki dan Japbusi Dalam Jagasawitan
Jakarta_Kerahbirunews,- Sektor kelapa sawit merupakan andalan kinerja perdagangan nasional Indonesia. Pada tahun 2021, Indonesia mengekspor total USD 27,3 Miliar minyak kelapa sawit ke luar negeri. Ini yang menjadikan Indonesia menjadi eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia dimana salah satu negara tujuan ekspor tersebut adalah Amerika Serikat . Nilai ekspor tersebut mencapai USD 1,3 miliar. Selain kelapa sawit, sektor perikanan juga merupakan salah satu produk ekspor Indonesia dengan sumbangan sekitar USD 5,72 miliar.
Tentu semakin besarnya peluang ekspor pada kedua sektor tersebut menimbulkan banyak tantangan pada pekerjaan layak pada sektor sawit dan perikanan. Masalah adanya praktik bentuk pekerjaan yang tidak standar, informalitas, upah rendah, kondisi kerja yang tidak aman dan berbahaya. Partisipasi perempuan yang diabaikan dan jumlah pengawas ketenagakerjaan yang sangat terbatas menjadi tantangan dalam hubungan ketenagakerjaan pada sektor tersebut. Menyadari hal tersebut Kantor ILO Jakarta melakukan pertemuan konsultasi hasil kerja ILO di Sektor Kelapa Sawit dengan menghadirkan unsur tripartit. ILO mengundang Pemerintah, GAPKI (Pengusaha) dan JAPBUSI (Serikat Pekerja/Serikat Buruh) yang dilaksanakan di Grand Melia Hotel. Acara yang berlangsung pada hari Rabu, 13 September 2023 dibuka oleh Direktur ILO untuk Indonesia-Timor Leste, Michiko Miyamoto melalui zoom.
Pemerinta, Gapki dan Japbusi perlu meningkatkan citra sektoral
Pertemuan ini sebagai upaya mendukung peningkatan citra sektor kelapa sawit Indonesia. ILO bersama konstituen di Indonesia mendapat dukungan pendanaan dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (USDOL) . Dukungan itu juga didapat dari Biro Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Perburuhan (USDRL) mengimplementasikan dua proyek. Proyek yang pertama bertajuk “Advancing Workers’ Rights in Indonesia’s Palm Oil Sector”. Proyek kedua bertajuk “Improving Workers’ Rights in Rural Sectors with Focus on Women”. Kedua proyek ini telah menerapkan berbagai intervensi strategis untuk mengatasi defisit pekerjaan layak di sektor kelapa sawit. Inisiatif ini dilaksanakan sebagai bagian dari program Nasional Pekerjaan Layak dan agenda Indonesia untuk meningkatkan citra sektor kelapa sawit.
Januar Rustandie adalah National Project Manager untuk proyek “Improving Workers’ Rights in Rural Sectors with Focus on Women”. Sektor ini berfokus pada kelapa sawit dan perikanan. Januar memaparkan berbagai pencapaian sejak dimulainya program ini. Diantaranya Pembentukan Forum Tripartit di Sektor Kelapa Sawit dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Provinsi (DK3P) serta Forum Tripartit. Adapun tujuan dibentuk DK3P dan forum ini untuk menekan angka kecelakaan kerja dan mendorong penerapan budaya K3 yang lebih baik. Tujuan lainnya adalah meningkatkan hak-hak pekerja di sektor rural (pedesaan) dan kelapa sawit sesuai arahan Menteri Ketenagakerjaan.
Dialog sosial sangat berperan antara Gapki dan Japbusi
Salah satu peserta dari pihak GAPKI asal Kalimantan Barat menjelaskan bahwa untuk Kalimantan Barat, peran serikat pekerja kurang begitu nyata. Perrmasalahannya adalah karena para pekerja cenderung lebih mempercayakan penyelesaian persoalan kepada pemuka adat. Penjelasan ini menjadi salah satu masukan agar dalam dialog sosial kedepan juga melibatkan peran serta masyarakat adat.
Sementara itu salah satu perwakilan KSPSI Alwi Harahap agar kegiatan ini tidak hanya dilakukan di Riau dan Kalimantan Timur . Ketua Pengurus Daerah FSP5K Sumatera Selatan berharap agar kegiatan ini dilakukan juga di Sumatera Selatan. Menurutnya pekerja di Sumatera Selatan juga tergolong besar jumlahnya.
Disatu sisi Wakil Sekjen DPP KSPSI, Royanto Purba menyampaikan agar fungsi pengawasan dari Pemerintah lebih maksimal. Pengawasan dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan sesuai dengan Perpres 21 Tahun 2010 dapat dimaksimalkan. Menurutnya kapasitas pengetahuan tentang perkebunan dan industri kelapa sawit wajib dimiliki oleh pengawas. Selain itu perlu perbaikan fasilitas dan memperbanyak jumlah pengawas mengingat daerah perkebunan masih banyak yang terisolir. Banyak wilayah yang sulit akses dalam menjangkau.
Perlu penguatan kapasitas serikat pekerja/buruh sektor kelapa sawit
Pada bagian kedua pertemuan tersebut dilakukan juga diskusi konsultasi tentang “Advancing Workers’ Rights in Indonesia’s Palm Oil Sector” . Yunirwan Gah selaku penanggung jawab proyek ILO memandu berlangsungnya acara. Menurut Yuniar bahwa dalam industri kelapa sawit terutama di perkebunan perlu penguatan kapasitas Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Peningkatan kualitas dialog sosial dan penguatan bipartit serta tripartit harus ditingkatkan. Sebagaimana diketahui Pekerja pedesaan di Indo-Pasifik menghasilkan beberapa komoditas, termasuk produk ekspor utama. Proyek ini berfokus pada sektor tertentu: perkebunan pisang, pengolahan tuna, dan pertambangan (emas dan nikel) di Filipina . Untuk Indonesia berfokus pada industri pengolahankelapa sawit dan ikan di Indonesia.
Royanto juga menyampaikan agar Peraturan Presiden No.44 Tahun 2020 Tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit yang berkelanjutan dilaksanakan. Perpres ini juga harus disosialisasikan untuk dipahami juga para pekerja/buruh sehingga pekerja/buruh juga dapat membantu pengawasan. Terdapat 7 prinsip Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) diataranya kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, penerapan praktik perkebunan yang baik. Prinsip berikut adalah pengelolaan lingkungan hidup, sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati, tanggung jawab ketenagakerjaan dan tanggung jawab sosial. Selanjutnya adalah prinsip pemberdayaan ekonomi masyarakat, penerapan transparansi, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Hal ini diungkapkan Royanto yang juga Ketua Umum FSP Kerah Biru, terkait masukan dari Elvis Beytullayev . Elvis Beytullayev (ILO-Rural Economy, Jenewa) sebelumnya menjelaskan tentang intervensi ILO di masa mendatang mengenai kepatuhan sosial dalam rantai pasokan global. Menurut Royanto saat ini dari beberapa sumber baru sekitar 17% Perusahaan sektor kelapa sawit yang mengikuti sertifikasi ISPO.
Tanggung jawab sosial perusahaan sangat penting bukan sebatas produksi
Pada penutupan kegiatan, Abdul Hakim selaku National Project Manager ILO menegaskan bahwa akan ada dua output dari rencana Kepatuhan Global. Semuanya akan dimulai di Indonesia diantaranya : Social Compliance System dimana Perusahaan bertanggung jawab secara sosial, bukan hanya dalam produksi. Namun memastikan bahwa proses, operasi, dan praktik bisnis berjalan sesuai dengan seperangkat norma yang telah ditentukan bagi pekerja. Hal kedua adalah anggota GAPKI dan Serikat Pekerja/Buruh dapat mengadopsi sistemnya dan diujicobakan di tempat-tempat tertentu melalui wadah JAGASAWITAN.
Kerah Biru SPSI Jaya bersama Buruh dan Pekerja…
Kerah Biru SPSI menyejukkan insan Buruh dan Pekerja Indonesia