Implementasi Ekonomi Hijau

Beranda » Berita Kerah Biru >> Implementasi Energi Hijau, Tantangan dan Peluang

 

Jakarat_Kerahbirunews,-  Ekonomi Hijau (green economy)   menjadi tren transformasi ekonomi global dalam upaya menjamin generasi masa depan mampu memenuhi kebutuhannya. Ekonomi hijau dapat dipandang sebagai suatu kebijakan maupun inovasi yang memenuhi tiga dimensi pembangunan berkelanjutan (SDGs) yakni lingkungan, ekonomi dan sosial. Melalui transformasi ekonomi menuju ekonomi hijau diyakini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tanpa mengurangi kualitas lingkungan hidup.

Ekonomi hijau pertama kali diluncurkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) pada 2008. UNEP mendefinisikan ekonomi hijau sebagai ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial sekaligus mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologi. Pada tahun 2011 UNEP menyatakan bahwa ekonomi hijau adalah ekonomi rendah karbon, efisien sumber daya dan inklusif secara sosial.

Ekonomi hijau sebagai strategi

Pemerintah Indonesia menjadikan ekonomi hijau sebagai salah satu strategi dalam upaya keluar dari keadaan pendapatan menengah namun tidak dapat keluar dari tingkatannya untuk masuk menjadi negara maju (middle income trap). Salah satu terobosan yang dilakukan Pemerintah Indonesia adalah diterbitkannya Peraturan Presiden No.98 tahun 2021 yang menyiapkan dua instrument dalam menggunakan mekanisme pasar dalam melakukan percepatan transformasi ekonomi hijau.

Transformasi ekonomi juga menjadi salah satu agenda dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2025-2045 sebagai upaya pencapaian visi Indonesia Emas 2045. Penerapan ekonomi hijau menjadi bagian dari agenda transformasi ekonomi yang tertuang dalam RPJPN tersebut.

Transformasi ekonomi tradisional menjadi ekonomi hijau merupakan tujuan yang mendesak dan ambisius secara global. Dibutuhkan dialog sosial yang partisipatif untuk memfasilitasi kerangka kebijakan yang inklusif. Kenyataan bahwa seringkali suatu kebijakan mengabaikan masyarakat sipil  harus menjadi perhatian para pemangku kebijakan untuk benar-benar menempatkan inkulifitas sosial sebagai bagian dari kebijakan ekonomi hijau.

Pembangunan yang berkelanjutan  dapat dicapai melalui jalur ekonomi hijau yang inklusif.  Ekonomi hijau merupakan model ekonomi yang mempertimbangkan eksternalitas lingkungan hidup dan sosial sehingga tidak berfokus pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Sumber daya yang efisien dan ekositem menjadi pendekatan ekonomi hijau dengan mempertimbangkan degradasi lingkungan akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan Pembangunan jangka panjang.

Tantangan dan Peluang

Implementasi ekonomi hijau di Indonesia masih jauh dari optimal. Banyak tantangan yang menahan laju maksimal ekonomi hijau tersebut. Tantangan pertama adalah kurangnya literasi ditengah masyarakat. Terminologi ekonomi hijau belum banyak ditemukan ditengah masyarakat awam sehingga hanya sedikit orang yang mengetahui green economy. Tentu jumlah ini belum mampu mendorong ekonomi hijau dalam skala besar dan berkelanjutan. Literasi menjadi salah satu hal yang penting dalam menerima dukungan masyarakat dalam memanfaatkan produk-produk ekonomi hijau. Diperlukan upaya yang lebih intens lagi dalam memajukan literasi ekonomi hijau dikaangan masyarakat sehingga pencapaian target net zero emission dapat terwujud tepat waktu melalui penerapan ekonomi hijau.

Tatangan lain adalah menyangkut pembiayaan. Sistem ekonomi hijau membutuhkan infrastruktur yang mendukung. Biaya pembangunan infrastruktur untuk ekonomi hijau sangatlah mahal. Sebagai contoh dalam mengalihkan energi batubara menjadi energi baru terbarukan membutuhkan biaya pembangunan dan perawatan yang tidak sedikit. Meski sumber daya yang memadai dimiliki Indonesia seperti energi panas bumi, matahari, tekanan air, angin, gelombang air laut dan bioenergy, namun pembiayaan yang tinggi untuk pemanfaatan sumber daya tersebut menjadi kendala tersendiri dalam ekonomi hijau.

Transformasi ekonomi ke ekonomi hijau juga tersendat dengan ketergantungan Indonesia pada batubara. Kebutuhan energi domestik dan banyaknya Pembangkit Listrik yang mengandalkan energi fosil menjadikan Indonesia masih tetap mengandalkan batubara sampai saat ini. Aktivasi tambang batubara hingga 2023 akhir masih tingggi bahkan produksi batubara tahun 2023 melebihi target yang dicanangkan. Apabila kondisi ini berlangsung lama maka pelaksanaan ekonomi hijau yang inklusif di Indonesia akan tersendat.

Indonesia membutuhkan investasi yang sangat besar dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE). Transisi energi membutuhkan kesadaran penggunaan produk yang efisien dan ramah lingkungan dalam mempersiapakan perpindahan pada pekerjaan hijau (green jobs). Oleh sebab itu dalam upaya menarik investasi, pemerintah harus mengutamakan kualitas dalam arah bisnis kedepan dengan meninggalkan model ekonomi neo klasik dan membuat kebijakan-kebijakan yang tidak eksploitatif.

Pada akhirnya, Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum berskala global dalam mendatangkan investasi pada ekonomi ramah lingkungan melalui pembangunan industri hijau yang inklusif dan berkelanjutan

Penulis :

Royanto Purba

Ketua Umum FSP Kerah Biru-SPSI

 

By Kerah Biru

Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru berdiri pada tanggal 29 September 2022 di Jakarta. Merupakan Federasi Serikat Anggota termuda yang berafliasi pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *