Beranda » Berita Kerah Biru » Nasional >>Implementasi Stranas BHAM
Jakarta_Kerahbirunews,- Perkembangan yang pesat dalam era globalisasi telah merubah berbagai tatanan termasuk kegiatan dunia usaha. Negara dan dunia usaha tentu memiliki tanggung jawab yang tidak sama terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), namun harus saling melengkapi. Hal ini sesuai dengan Prinsip-prinsip Panduan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait kegiatan usaha dan HAM. Dalam dunia usaha dan rantai pasok global tentu dibutuhkan kerangka normatif untuk menjadi panduan kegiatan operasional usaha yang bertanggung jawab dan mampu mengatasi pelanggaran HAM. Pada 26 September 2023, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.60 Tahun 2023. Perpres ini tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disingkat dengan Staranas BHAM. Perpres ini mencakup kewajiban Kementerian Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk melindungi HAM dan kegiatan usaha. Tentu penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana implementasi Stranas BHAM tersebut dijalankan.
Stranas BHAM mencakup tiga pilar UNGPs
Dewan Keamanan PBB telah mencetuskan Prinsip-Prinsip Panduan Bisnis dan HAM (UNGPs) pada tahun 2011. Prinsip-prinsip tersebut disusun berdasarkan tiga pilar yakni perlindungan (protec), penghormatan (respect) dan pemulihan (remedy). Ketiga pilar ini dapat memberikan serangkaian langkah untuk ditindaklanjuti sebagai kepastian perlindungan HAM dalam kegiatan dunia usaha.
Ketiga Pilar UNGPs memisahkan peran Negara dan Perusahaan terhada HAM. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi . Negara harus menetapkan harapan yang jelas bagi perusahaan dengan memberlakukan kebijakan, undang-undang dan peraturan yang efektif. Sehingga dengan melakukan hal ini, negara menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk mencegah,menyelidiki, menghukum dan memperbaiki dampak buruk terhadap HAM.
Perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap HAM, mampu menguraikan bagaimana dunia usaha dapat mengidentifikasikan dampak negatif terhadap HAM. Pihak perusahaan harus mampu menunjukkan bagaimana mereka memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai untuk mengatasi dampak negatif yang terjadi. Dunia usaha harus memiliki komitmen kebijakan untuk memenuhi tanggung jawabnya dan melakukan uji tuntas HAM yang berkelanjutan. Uji tuntas HAM (HREDD) untuk mengidentifikasi, mencegah, dan memitigasi pelanggaran HAM. Selain itu dunia usaha juga harus mengaktifkan mekanisme remediasi atas dampak negatif yang ditimbulkan.
Pilar ketiga yakni perbaikan dimana merupakan akses perbaikan. Disini harus ditetapkan bahwa ketika suatu hak dilanggar, korban harus memiliki akses terhadap pemulihan efektif yang sah. Dapat diakses dan dapat diprediksi, adil dan transparan dan sesuai dengan hak. Negara dan Perusahaan harus menerapkan kriteria efektivitas mekanisme pengaduan yudisial dan non-yudisial. Intinya harapan bahwa di tingkat operasional harus didasarkan pada keterlibatan dan dialog dengan pemangku kepentingan yang haknya ingin diperbaiki.
Stranas BHAM akan menjadi panduan-panduan yang lebih deatil bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah. Implementasi Stranas BHAM akan melingkupi peningkatan kapasitas bagi pemerintah, pengusaha dan masyarakat. Selain itu juga menjadi pemetaan peraturan yang sejalan dengan bisnis dan HAM.
Serikat Pekerja memiliki perananan penting dalam penerapan BHAM
Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru menyambut baik Perpres tersebut dan memandangnya sebagai suatu kemajuan yang memperlihatkan komitmen negara untuk menerapkan prinsip-prinsip HAM dalam kegiatan dunia usaha. Tentu harus melibatkan banyak pihak agar tercipta lingkungan yang kondusif bagi pengembangan dan penegakan hak asasi manusia.
Serikat Pekerja harus meningkatkan kesadaran publik tentang HAM, pertama sekali dimulai dari anggotanya. Terutama pada dampak yang ditimbulkan oleh operasional kegiatan usaha dan mendorong aksi kolektif baik melalui kampanye dan penyorotan isu yang muncul. Jika perlu Serikat Pekerja berkolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil melakukan penelitian tandingan sebagai kontranarasi dan penegasan akan permasalahan dari klaim perusaaan terhadap HAM.
Serikat Pekerja juga perlu membuat indikator penilaian serta menggunakannya untuk memberikan penilaian pada kegiatan usaha terhadap HAM. Mendokumentasikan pelanggaran-pelanggaran dan melakukan bantuan pada masyarakat yang terdampak. Selain itu Serikat Pekerja juga dapat melakukan advokasi dan pendampingan kepada perusahan berdasarkan dokumentasi pelanggaran yang telah dibuat sebelumnya. Oleh sebab itu perlu kolaborasi dengan lapisan masyarakat terutama ormas.
HAM melekat pada setiap pribadi dan wajib dihormati. HAM dalam kegiatan bisnis tentunya akan berdampak pada pekerja/buruh maupun masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu Peran Serikat Pekerja dalam melindungi anggotanya benar-benar harus menjadi perhatian. Pemerintah dan perusahaan harus melibatkan pekerja dalam pengambilan kebijakan yang berdampak pada HAM pekerja . Serikat Pekerja memiliki tanggug jawab dalam kapasitas pemahaman Stranas BHAM dan implementasinya.
Peningkatan Fungsi Pengawasan dalam menunjang Stranas BHAM
Namun belajar dari putaran roda waktu, fungsi pengawasan adalah yang paling utama. Fungsi pengawasan pelaksanaan regulasi di Indonesia masih tergolong rendah hal ini dapat dilihat dari berbagai kasus yang terjadi dalam kegiatan usaha. Pekerja memiliki haknya sebagai manusia untuk bekerja dengan layak, menerima upah layak, K3, kesetaraan gender dan kebebasan berorganisasi.Aksi-aksi unjuk rasa terkait permasalahan pekerja seperti di kawasan IMIP merupakan tanda kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah mupun pemerintah kabupaten. Oleh sebab itu implementasi Stranas BHAM harus segera disosialisasikan dan dijalankan.
Oleh :Royanto Purba,ST (Ketua Umum FSP Kerah Biru-SPSI)