PRISMA & NORMA 100

Beranda » Berita Kerah Biru » Nasional >>PRISMA & NORMA 100

 

Jakarta_Kerahbirunews,- Ibrahim Reza (Analisis Kebijakan Ahli Muda Direktorat Kerjasama HAM) selaku moderator sesi kedua dalam Seminar Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Stranas BHAM) menjelaskan bahwa dalam tiga tahun terakhir persentasi pekerjaan yang layak di Indonesia mengalami sedikit penurunan. Hal ini sesuai dengan laporan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik tahun 2023 dimana penurunan tersebut sekitar 3,39% periode (2019-2023). Seminar yang bertemakan Peluang untuk meningkatkan strategi Pekerjaan Layak, Bisnis yang bertanggung jawab dan Peran Konsiturn Tripartit (Pemerintah, Pengusaha dan Serikat Pekerja), berlangsung pada Rabu,21 Agustus 2024.

Dalam memperkuat Stranas BHAM perlu menciptakan strategi untuk terobosan-terobosan baru guna meningkatkan pekerjaan yang layak baik di sektor formal maupun informal. Pengusaha dan pekerja juga  perlu memahami aplikasi PRISMA dan NORMA 100.

Dewi Yuliana ( Analisis Kebijakan Ahli Muda Direktorat Kerjasama HAM, Kemenhunkam) memaparkan terkait aplikasi PRISMA sebagai berikut :

PRISMA merupakan aplikasi yang dapat digunakan oleh Perusahaan, untuk melakukan penilaian mandiri terhadap penilaian risiko Bisnis dan HAM. PRISMA berbasis website yang merupakan penilaian mandiri bersifat voluntary (sukarela), dengan tujuan mengedukasi pelaku usaha artinya masih dalam tahap raising awarness, kampanye bagaimana agar pelaku usaha melaksanakan penghormatan HAM itu sendiri.

Berdasarkan baseline study yang dibagun oleh Pemerintah, LSM dan Akademisi dengan dukungan Pemerintah Belanda, PRISMA merupakan alat penilaian mandiri menuju Uji Tuntas yang merupakan suatu demanding dari dunia global.

PRISMA diluncurkan pada 23 Februari 2021 dimana dalam perjalanannya mengalami penyempurnaan sehingga tingkat keamanan (security) lebih kuat dalam menjaga data-data perusahaan.

Upaya penyusunan PRISMA diambil sebagai pengisian kekosongan atas keperluan alat ukur Bisnis dan HAM yang aplikatif di Indonesia dalam melakukan upaya uji tuntas (due diligence). PRISMA secara khusus memfasilitasi seluruh perusahaan baik besar maupun kecil untuk menilai dirinya sendiri (self assement). PRISMA juga secara khusus menetapkan rencana tindak lanjut dari hasil penilaian, melacak pengimplementasian tindakan lanjut tersebut. PRIMAS secara khusus memetakan kondisi riil atas dampak potensial dan risiko dari bisnis dan mengkomunikasikan rangkaian tersebut kepada publik.

Terdapat 12 indikator aplikasi PRISMA diantaranya : Kebijakan HAM, Tenaga Kerja, Kondisi Kerja, Serikat Pekerja,Privasi,Diskriminasi,Lingkungan,Agraria dan Masyarakat Adat,Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan,Mekanisme Pengaduan, Rantai Pasok, dan Dampak HAM bagi perusahaan. Dari indikator tersebut, indikator tenaga kerja menjadi indikator yang paling banyak pertnyaannya.

Indikator Kebijakan HAM  merupakan penilaian terhadap kebijakan Perusahaan terkait Penghormatan HAM, termasuk hak pekerja, anak-anak, perempuan, disabilitas,lingkungan, dan masyarakat adat. Kebijakan ini dapat berupa dokumen khusus atau komitmen dalam bentuk instruksi atau pedoman. Pernyataan kebijakan mencerminkan komitmen perusahaan serta instruksi atau pedoman yang ada.

Indikator Tenaga Kerja berkaitan dengan pemenuhan hak-hak pekerja seperti perjanjian kerja,upah, waktu istirahat, jam kerja,dan jaminan sosial. Terdapat sekitar 18 pertanyaan dalam indikator ini.

Indikator Kondisi Kerja berkaitan dengan kesiapan perusahaan dalam mewudkan keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerja.Kondisi kerja yang baik, menerapkan nilai-nilai yang manusiawi, nyaman,aman, terutama bagi pekerjaan berisiko, serta mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik.

Indikator Privasi berkaitan dengan kesiapan perusahaan menjamin kerahasiaan informasi yang sensitif dari pekerjanya, serta menghormati hak individu untuk bertindak tanpa paksaan, dan untuk mempertahankan kendali atas informasi pribadi mereka.

Indikator Serikat Pekerja berkaitan dengan kebijakan perusahaan terhadap serikat pekerja sebagai bentuk pemenuhan hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat bagi pekerja.

Indikator Diskriminasi berkaitan dengan ketersediaan kebijakan perusahaan yang tidak diskriminatif terhadap kelompok rentan (perempuan, anak-anak, disabilitas, dan masyarakat adat).

Indikator Lingkungan  berkaitan dengan ketersediaan kebijakan perusahaan yang memastikan bahwa perusahaan dalam menjalankan operasional bisnis tidak berdampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya.

Indikator Agraria dan Masyarakat Adat  menilai dokumen perizinan agraria dan kebijakan perusahaan dalam pengalihan tanah dengan prinsip FPIC. Berdasarkan UNDRIP, FPIC memberi masyarakat adat hak untuk memutuskan mengenai kehidupan dan tradisi mereka serta akses ke sumber daya alam, tanah dan air tanpa konflik dengan pihak ketiga.

Indikator Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) merupakan indikator menilai kebijakan CSR perusahaan yang merupakan tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat  dan lingkungan CSR adalah kewajiban perusahaan sesuai Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40/2007 tentang Perseroan Terbatas.

Indikator Mekanisme Pengaduan  mengevaluasi ketersediaan mekanisme pengaduan oleh perusahaan untuk mengatasi dampak negatif dari operasional bisnisnya, Mekanisme ini sebagai peringatan dini yang penting dalam memberikan informasi krusial untuk uji tuntas hak asasi manusia.

Indikator Rantai Pasok berkaitan dengan kebijakan dan mekanisme pengawasan  dalam proses bisnis yang menghubungkan beberapa aktor utama peningkatan nilai tambah bahan baku/produk dan mendistribusikan kepada konsumen yang memiliki perusahaan sebagai rantai pasoknya.

Indikator Dampak HAM bagi Perusahaan untuk mengevaluasi mekanisme penilaian  dan mitigasi risiko pelanggaran HAM dengan operasional bisnis perusahaan sebagai langkah awal “Uji Tuntas”. Prosesnya mencakup identifikasi,prioritas dampak,manajemen risiko, assesmen, dan evaluasi. Dampak internal meliputi keselamatan kesehatan pekerja dan pelecehan seksual, sedangkan dampak eksternal  termasuk isu lingkungan, tekanan pada pemasok, dan pekerja anak.

PRISMA dapat diakses melalui  PRISMA.KEMENHUNKAM.GO.ID

Yuli Adiratna ( Direktur Bina Pemerikasaan Norma Ketenagakerjaan, Kemnaker) memaparkan NORMA 100 sebagai berikut :

NORMA 100 bukanlah norma baru dan bukan aplikasi tetapi berbasis website. Ini merupakan branding bagaimana Perusahaan menilai sendiri (self assesmen) tingkat kepatuhan norma-norma ketenagakerjaan. Kenapa muncul ? Karena memang dari sisi resource pengawas ketenagakerjaan yang terbatas. Jumlah pengawas ketenagakerjaan hanya 1.547  pengawas ketenagakerjaan. Tenaga pengawas ini harus melayani 26,4 juta perusahaan (sensus ekonomi 2016). Jumlah pelaku usaha terbesar adalalah mikro dan kecil mencapai 90% lebih. Sedangankan menengah-besar hanya sekitar 400-500 ribu perusahaan.

Menyingkapi kondisi tersebut maka dilakukan terobosan dengan NORMA 100 dengan memanfaatkan teknologi digital pada era industri 4.0. NORMA 100 menyediakan formulir (bukan aplikasi) yang terintegrasi dengan website kemnaker.go.id. Perusahaan dapat mengisi secara mandiri sebagai alat bantu untuk menilai dirinya sendiri (diagnosa) dimana tingkat kepatuhan  perusahaan. Dengan demikian didapat informasi penting untuk memberikan layanan ketenagakerjaan melalui pendampingan peningkatan kepatuhan norma-norma ketenagakerjaan yang memang inline dengan HAM.

Menurut Yuli bahwa apa yang dicantumkan dalam PRISMA telah diatur juga dalam regulasi ketenagakerjaan yang isinya “Kepatuhan terhadap Hak Asasi Manusia”.

Tujuan NORMA 100 adalah meningkatkan jumlah perusahaan yang diberikan layanan melalui penerapan norma-norma ketenagakerjaan yang bermanfaat bagi perusahaan dan pekerja.

NORMA 100 memiliki dua bagian yakni bagian atas daftar periksa berbasis web, terbagi atas data umum perusahaan yang diintegrasikan dengan wajib lapor ketenagakerjaan perusahaan dan bagian kedua memuat pertanyaan yang meliputi 23 kluster norma ketenagakerjaan.

NORMA 100 memiliki 100 pertanyaan dengan jawaban pilihan ya/tidak (yes/no). Perusahaan akan mengisi pertayaan dengan diwakili oleh perwakilan perusahaan (pengusaha) dan perwakilan pekerja (serikat pekerja) untuk menjaga keseimbangan informasi antara jawaban pengusaha dan pekerja. Selanjutnya pengawas ketenagakerjaan melakukan verifikasi online berbasis website. Diharapka dengan NORMA 100 dicapai jangkauan yang lebih luas terhadap jumlah perusahaan yang ada saat ini. Semua perusahaan diharapkan memiliki akun SIAP KERJA untuk mendapatkan layanan-layanan ketenagakerjaan.

Tahap pelaksanaan NORMA 100 adalah dengan Persiapan Isian Daftar Periksa, Pengisian Daftar Periksa, Pengolahan Data, Penilaian Tingkat Kepatuhan dengan tiga indikator warna (hijau = tinggi ; kuning =sedang; merah =rendah) dan terakhir Laporan Hasil Verifikasi.Dari hasil penilaian tingkat kepatuhan,  maka pemerintah akan memutuskan pelaksanaan intervensi melalui verifikasi virtual atau verifikasi lapangan.

NORMA 100 diluncurkan pada Juni 2023 dan terdapat 2000 Perusahaan yang telah mengisi sekitar 1000 Perusahaan telah menunjukkan tingkat kepatuhan dengan distribusi normal.

Ketua Umum FSP Kerah Biru-SPSI, Royanto Purba yang hadir dalam seminar tersebut menyatakan bahwa perlu mengintegrasikan NORMA 100 dengan PRISMA. Menurutnya dalam aplikasi PRISMA bisa ditambahkan pertanyaan apakah perusahaan tersebut telah melakukan penilaian diri dengan NORMA 100 karena pada NORMA 100 terkandung penilaian dari serikat pekerja. Selain itu juga perlu dorongan atau desakan bagi semua perusahaan untuk wajib mengisi NORMA 100 dan PRISMA sehingga bear-benar tujuan yang dicapai dapat terpenuhi dengan cepat.

 

By Kerah Biru

Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru berdiri pada tanggal 29 September 2022 di Jakarta. Merupakan Federasi Serikat Anggota termuda yang berafliasi pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *