Beranda » Berita Kerah Biru >>Kerah Biru Soroti LPTKS Kabupaten Morowali
Bahodopi_Kerahbirunews,-. Maraknya pelanggaran yang melanggar norma ketenagakerjaan di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) oleh perusahaan-perusahaan kontraktor menjadi sorotan utama FSP Kerah Biru-SPSI. Ketua Pengurus Cabang Kerah Biru Morowali, Ian Gilang mendesak pemerintah untuk tidak membiarkan permasalahan tersebut berlarut-larut. Dalam keterangannya pada Sabtu, 13 Januari 2024, Ian mengatakan akan terus mendesak pemerintah untuk menuntaskan persoalan tersebut.
Ian menjelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.36 Tahun 2016 tentang Penempatan Tenaga Kerja tertuang bahwa azas penempatan tena kerja itu diantaranya terbuka, bebas, objektif dan tanpa diskriminasi. Artinya bahwa ada keterbukaan informasi kepada pekerja secara jelas baik menyangkut jenis pekerjaan, upah, lokasi kerja, jam kerja, dan kondisi kerja. Ini harus dipahami para Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta yang selanjutnya disingkat LPTKS. Harus diingat LPTKS adalah adalah lembaga berbadan hukum yang telah memperoleh izin tertulis untuk menyelenggarakan Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja dalam negeri. Jadi jelas anggota LPTKS paham hukum dan konsekuensi melanggarnya.
LPTKS Kabupaten Morowali harus mengingat azas Penempatan Tenaga Kerja
Penempatan tenaga kerja juga berazaskan bebas yang menganut pengertian bahwa Pencari Kerja bebas memilih pekerjaan demikian juga Pemberi kerja bebas memilih tenaga kerja. Tidak boleh ada paksaan kepada pengusa maupun pencari kerja.
Azas objektif memberikan penegasan bahwa penempatan tenaga kerja memberikan penawaran pekerjaan sesuai dengan sisi kemampuan dan tidak memihak kepentingan. Dan azas yang etrakhir tidak ada diskriminasi baik dalam hal agama, suku, ras, dan antar golongan. Semua harus mengacu pada kompetensi yang dimiliki pencari kerja.
“Jadi cukup jelas keempat asas penempatan tenaga kerja tersebut. Tapi pada kenyataannya apakah ada yang dipatuhi ? Apakah ada informasi pekerjaan yang terbuka ? Kalau memang dilaksanakan maka tentu setiap pekerja yang berkerja melalui penempatan LPTKS memiliki perjanjian kerja, dan ini yang menjadi permasalahan di sini” tegas Ian.
Peraturan sudah baik, mengapa masih dilanggar
Ian juga menegaskan bahwa Pada Pasal 35 Undang-Undang No.13 Tahun 2023 dijelaskan bahwa pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan kerja. Akan tetapi Pelaksana penempatan tenaga kerja (dalam hal ini LPTKS) wajib memberi perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan kerja. Kemudian pemberi kerja dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
“Saya sangat heran, perundang-undangan yang sudah begitu baik tetapi mengapa para pekerja disini banyak menjadi korban ketidak adilan. Artinya apa ? Artinya Pemerintah tidak melakukan fungsi penagwasan.”jelas Ian.
LPTKS seharusnya mematuhi norma ketenagakerjaan. Norma ketenagakerjaan adalah segala bentuk peraturan perundang-undangan atau standar di bidang ketenagakerjaan baik itu norma kerja dan norma K3. Jadi jika ada perusahaan yang tidak mematuhi salah satu saja sudah seharusnya mendapatkan sanksi.
Kita tahu juga bahwa dalam Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki wewenang: dalam pelayanan Antarkerja di daerah kabupaten/kota. Selain itu penerbitan izin LPTKS dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota. Dan pengelolaan Informasi Pasar Kerja dalam daerah kabupaten/kota. Dengan demikian Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib mengetahui dan mengawasi semua penerima Izin LPTKS.
Kerah Biru himbau semua pekerja berserikat
Ketua FSP Kerah Biru Kabupaten Morowali tersebut juga memaparkan beberapa pelanggaran yang sebagain telah ditangani seperti permasalahan pekerja tidak terdaftar sebagai peserta jamsostek, upah yang terlambat dibayar (seharusnya perusahaan dikenakan denda jika merujuk pada undang-undang), tidak adanya perjanjian kerja dan permasalahan K3.
“Jika ingin menjadi pengusaha siapkan modal. Penyertaan modal kan seharusnya dibuktikan pada saat mengurus perizinan, jadi tidak boleh ada alasan bahwa pihak Cina belum membayar tagihannya. Lebih baik si pengusaha bergabung lagi bersama kami menjadi pekerja kalau tidak punya modal. Kasus ini bisa dikategorikan slavery modern atau perbudakan modern.” pungkas Ian.
Ian berharap segera ada perhatian pemerintah untuk mempertemukan Serikat Pekerja dengan Pengusaha untuk duduk bersama membicarakan ini. FSP Kerah Biru akan lebih tegas lagi dalam bersikap kedepan menyelesaikan persoalan-persoalan ini. Tidak boleh lagia ada pembiaran.
Menutup wawancaranya, Ian menghimbau semua pekerja di Kabupaten Morowali untuk berserikat. Karena disatu sisi dengan banyaknya pekerja yang mau diperlakukan tidak adil justru akan semakin membawa kerunyaman bagi kehidupan pekerja dan keluarga.
“Kami memastikan tidak aka nada intimidasi pada pekerja yang berserikat, karena itu dilindungi undang-undang. Bagi kami siapa yang melawan undang-undang sama dengan melawan negara.” Tutup Ian