Kerja layak pekerja gig

Beranda » Berita Kerah Biru » Nasional >> Kerja Layak Bagi Pekerja Gig

 

Jakarta_kerahbirunews,_ Platform digital telah menjadi pilihan hampir 70 juta orang diseluruh dunia. Pekerjaan ini  menawarkan layanan mereka mulai dari pengemudi jasa antar, ahli kecantikan, ahli Kesehatan hingga pekerja IT. Kondisi ini telah membawa suatu model kerja yang fleksibel jika dibandingkan dengan pekerja tradisional. Namun dilain pihak tidak sedikit orang beranggapan bahwa model kerja ini justru memiliki jam kerja yang panjang dan upah rendah. Selain itu juga minim perihal yang menyangkut keselamatan kerja. Untuk itulah pekerja layak pekerjaan gig sudah seharusnya mendapatkan perhatian.

Kerahbirunews melakukan wawancara terkait ekonomi gig kepada Ketua Umum dan Sekretaris Umum FSP Kerah Biru,  Royanto Purba dan Saefpuloh . Media menanyakan pandangan terhadap pekerja platform ini.

Royanto mengatakan :” Dulu seorang pekerja IT atau Digital hanya akan bekerja dari pagi hingga sore. Katakanlah normal waktu kerjanya 8 jam. Perubahan yang kita lihat sekarang  orang tersebut bisa bekerja dirumah sebagai spesialis IT atas nama sesuatu perusahaan tempat dia bekerja. Alih-alih menjalankan pekerjan, ahli IT tersebut malah mendapatkan pekerjaan secara langsung disebabkan platform digital menghubungkannya dengan klien-klien baru. Pada saat terhubung ini, orang tersebut akan memutuskan sendiri apakah dia menerima atau menolak setiap peluang yang didapatnya. Kesempatan ini menjadikan dia berkata “saya adalah bos untuk saya sendiri, dan saya menikmati fleksibelnya waktu ini”.

Perlu research untuk kerja layak pekerja gig

Lebih lanjut Royanto mengatakan :”  Model kerja inilah yang sekarang kita kenal sebagai“gig economy” . Gig economy adalah dimana pekerja menerima pesanan yang biasanya untuk layanan jangka pendek melalui platform. Pekerjaan yang tidak ada tekanan dan juga tidak ada batasan waktu dan seperti saya katakana tadi bahwa pekerja menjadi bos atas dirinya sendiri”.

“Sekitar 70 juta orang yang bekerja dalam gig economy mulai dari pekerja IT hingga pengemudi pengiriman. Mereka memiliki kesamaan bahwa mereka adalah orang-orang yang menawarkan layanan mereka sebagai wiraswasta.Meskipun  beberapa dari mereka diantaranya bekerja secara eksklusif untuk satu platform.  Bagaimana orang-orang itu mencari nafkah dari kegiatan tersebut ? Hingga saat ini belum ada data yang transparan kan mengenai hal ini ? Sudah saatnya ada research terhadap kondisi ini. Perlu ada dokumentasi setiap kondisi kerja di platform besar dan setiap tahun dilakukan publikasinya.”tandas Ketua Umum Kerah Biru tersebut.

Bagaimana kondisi pekerja platform ?

Sekretaris Umum FSP Kerah Biru, Saefpuloh mengatakan “Jadi seperti apa kondisi kerja di Platform itu ? Pertanyaan ini perlu kita sikapi. Platform menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunan hambatan masuk ke pasar tenaga kerja. Akan tetapi dibanyak kasus, para platformer mengelak dari hukum perburuhan konvensional. Hal ini dengan alasan bahwa mereka tidak menikmati perlindungan yang sama seperti karyawan.”

Menurut Saefpuloh,  platformer  merasa sebagai orang yang bekerja dalam kondisi yang tidak adil , upah rendah, dan tidak adanya jaminan sosial . Selain itu  minimnya keselamatan kerja yang tersedia bagi mereka. Ditambah lagi kontrak seringkali dengan kata-kata yang cenderung membebankan pekerja.

“Saya pernah berbincang dengan pengemudi taksi online sebut saja namanya Kodir. Kodir menceritakan bahwa selama pandemi Covid 19 ia kehilangan pekerjaan di sebuah perusahaan garmen. Sejak itu dia menjadi pengemudi taksi online suatu perusahaan platform besar dan hampir tidak pernah bisa memenuhi kebutuhan bulanan keluarganya. Selama PPKM dia tidak dapat bekerja, namun masih tetap harus membayar mobil yang disediakan oleh platform tersebut. Meski lockdown telah dicabut, masalah keuangannya terus berlanjut. ” cerita Saefpul.

“Untuk mendapatkan penghasilan yang sama selama kerja di Garmen, dia membandingkan bahwa sekarang dia harus bekerja 14 jam sehari.  Dulunya hanya delapan jam, dan hampir semua rekan dia mengalami hal yang sama. Mungkin masih banyak lagi permasalahan yang identik dengan apa yang dialami oleh Kodir diberbagai sektor platform lainnya.” lanjut Saefpuloh.

Lima prinsip kerja layak pekerja gig

Menutup wawancara singkat tersebut Royanto menegaskan bahwa  perusahaan/platform harus  memastikan kelayakan upah pekerja. Perusahan harus memperhitungkan penambahan beban tanggung jawab yang tidak seimbang antara platform dan pekerja.

Mengadopsi nilai yang pernah dirilis oleh Tim Fairwork Indonesia ([SIARAN PERS] Rating Platform Economy Indonesia 2021: Kerja Layak dan Adil bagi Pekerja Gig, 15 Desember 2021).Pada lima prinsip kerja yang layak dan memberi setiap perusahaan dari nol hingga sepuluh untuk benar-benar menjadi indikator. Kita harus ingat 5 FAIR yakni Fair Pay, Fair Condition, Fair Contract, Fair Management dan Fair Representation.

Upah yang Layak (Fair Pay) .– Tidak ada satu pun dari enam platform yang dapat memberikan jaminan bahwa pekerja akan mendapatkan  setara dengan upah minimum regional .

Kondisi yang Layak (Fair Condition) – Tiga dari enam platform (Gojek, Grab, Paxel) memberikan perlindungan yang memadai dari risiko terkait tugas dalam pekerjaan sehari-hari mereka.

Kontrak yang Layak  (Fair contract)– Empat dari enam platform (Gojek, Grab, Paxel, Maxim) memberikan bukti kontrak atau persyaratan layanan yang jelas dan dapat diakses. Namun, tidak ada platform yang dapat membuktikan bahwa syarat dan ketentuan ini membagi risiko dan kewajiban secara adil.  Yakni pembagian yang adil antara pekerja (mitra) dan platform.

Manajemen yang Layak (Fair management) – Hanya dua dari enam platform (Gojek & Grab)  memiliki proses formal dimana pekerja dapat mengajukan banding atas keputusan yang ditetapkan.

Representasi yang Layak (Fair Representation). – Terdapat asosiasi pekerja, tetapi tidak diakui secara formal baik dalam undang-undang maupun oleh platform. Oleh karena itu, tidak ada platform yang menunjukkan adanya kebijakan yang mengakui adanya  representasi perwakilan pekerja secara legal formal.

 

By Kerah Biru

Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru berdiri pada tanggal 29 September 2022 di Jakarta. Merupakan Federasi Serikat Anggota termuda yang berafliasi pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *