Beranda » Berita Kerah Biru >>Kesetaraan Gender Dalam Transisi Berkeadilan
Jakarta_kerahbirunews,- Polulasi penduduk dunia pada tahun 2022 yang diterbitkan oleh Data Bank Dunia mencapai 7.950.946.800 jiwa. Populasi perempuan mencapai 49,7 % dari total populasi dunia saat ini. Indonesia sendiri menempati posisi ke empat sebagai negara dengan populasi tertinggi dibawah India, Tiongkok dan Amerika Serikat. Kondisi ini menurut berbagai pihak akan memberikan keuntungan bagi Indonesia yang dikenal sebagai bonus demografi. Data tersebut juga penting dalam menunjukkan keseriusan setiap negara dalam mewujudkan kesetaraan gender dalam transisi berkeadilan untuk menciptakan produktivitas yang inklusif dan berkeadilan.
Namun yang menjadi permasalahan dan pertanyaan adalah apakah peran laki-laki dan perempuan telah adil dan setara? Pertanyaan ini sangat relevan dalam keberlangsungan pencapaian tujuan sustainable development goals (SDGs) ke lima yang ditargetkan tercapai pada tahun 2030, tentang kesetaraan gender.
Literasi yang belum menyeluruh di tengah masyarakat tentang kesetaraan gender tetap saja menjadi salah satu kendala tersendiri. Pemahaman tentang perbedaan gender yang telah mengakar bahwa “perempuan harus mengabdi pada suami” dianut banyak keyakinan dan budaya dibelahan dunia. Pandangan yang mengakar ini telah membawa ketidaksetaraan pada perempuan yang akhirnya menjadi kelompok yang rentan terhadap ketidak adilan.
Pembangunan berkelanjutan (SDGs) tidak terlepas dari mewujudkan Hak Asasi semua orang. Keterkaitan yang erat antara SDGs dan perjanjian hak asasi manusia telah mewarnai standar ketenagakerjaan. Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam mendapatkan kesempatan di dalam pekerjaan yang layak dan adil.Penghapusan diskriminasi dan pelecehan seksual terutama pada perempuan (sebagai kelompok yang rentan), hanya akan dapat dicapai jika terwujud kesetaraan gender.
Kembali memahami definisi gender
Pemahaman perbedaan antara jenis kelamin (sex) dan gender dikalangan masyarakat masih belum sepenuhnya tersampaikan. Masyarakat masih sering menyalah artikan dan beranggapan bahwa gender sama dengan jenis kelamin dan bahkan jika mendengar kata ‘gender’ cenderung mengaitkannya dengan perempuan.
Jenis kelamin mengacu pada perbedaan yang ditentukan secara biologis dan diperoleh secara genetis antara pria dan wanita, sesuai dengan fisiologi dan kemampuan atau potensi reproduksinya. Ini bersifat universal dan sebagian besar tidak berubah kecuali dengan operasi. Bahwa perempuan mengalami menstruasi, dapat mengandung, dapat melahirkan dan dapat menyusui, merupakan kodrat dari seorang perempuan sebagai hakikat dari jenis kelamin perempuan itu sendiri.
Sedangkan gender mengacu pada atribut dan peluang ekonomi, sosial, politik, dan budaya yang terkait dengan keberadaan perempuan dan laki-laki. Definisi sosial tentang apa artinya menjadi perempuan atau laki-laki bervariasi antar budaya dan berubah seiring waktu. Gender merupakan ekspresi sosiokultural dari karakteristik dan peran tertentu yang diasosiasikan pada kelompok masyarakat tertentu dengan mengacu pada jenis kelamin dan seksualitasnya.
Kesetaraan Gender mengacu pada perempuan dan laki-laki memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkannya hak asasi manusia secara penuh untuk berkontribusi dan memperoleh manfaat, ekonomi, sosial, budaya dan perkembangan politik. Hal ini memerlukan pemahaman bahwa perempuan dan laki-laki menjadi mitra penuh di rumah mereka,tempat kerja, komunitas dan masyarakat (sumber ILO).
Adalah hal yang penting menjelaskan bahwa hubungan gender harus dimulai dari lingkungan tertentu.Mulai dari dalam rumah tangga atau perusahaan hingga komunitas, kelompok etnis, atau negara dalam skala yang lebih besar. Hal ini melibatkan pengumpulan dan analisis data terpilah berdasarkan jenis kelamin serta informasi kualitatif dan kuantitatif lainnya. Mengorganisir dan menafsirkan, secara sistematis, informasi tentang hubungan gender untuk memperjelas pentingnya perbedaan gender untuk mencapai tujuan pembangunan.
Just Transisi dan Kesetaraan Gender
Keterkaitan antara transisi yang adil dengan pembangunan berkelanjutan tentu tidak terlepas dari isu kesetaraan gender. Dalam melakukan transformasi ekonomi berbasis ramah lingkungan, kesetaraan gender diyakini dapat meningkatkan produktivitas. Eknonomi hijau tanpa adanya kesetaraan gender tidak akan pernah sejalan dengan agenda pekerjaan layak (decent work) yang telah dicanangkan oleh International Labour Orgaization (ILO). Perempuan dan laki-laki harus didorong dan diberikan dukungan untuk kesetaraan akses dan mendapatkan pekerjaan yang ramah lingkungan.
Strategi pencapaian kesetaraan gender melalui PUG
Gender mainstreaming (pengurusutamaan gender) merupakan strategi yang rasional dan sistematik untuk pencapaian kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia. Strategi ini dilakukan melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki. Dimulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan,evaluasi dari seluruh kebijakan, dan evaluasi kegiatan diberbagai bidang kehidupan baik tingkat daerah maupun nasional.
Instruksi Presiden No 9 Tahun 2000 tentang pengurusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan nasional, menunjukkan keseriusan Indonesia dalam pencapaian kesetaraan gender. Hal ini didukung oleh Peraturan Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.
Meningkatkan dialog sosial dalam memperkuat pengetahuan gender
Just Energy Transition telah membawa perubahan yang begitu cepat (transformatif) sebagai isu global dalam mendorong peralihan energi fosil ke energi terbarukan. Komitmen pemerintah dalam kontribusi 23% bauran energi pada 2030 sesungguhnya dapat dikategorikan tidak terlalu ambisius dalam memenuhi tujuan menjaga temperature global 1,5 derajat celcius. Tentu ini disebabkan biaya membangun infrastruktur energi terbarukan yang sangat mahal.
Meski telah dibentuk Just Energy Transition Partnersip (JETP) untuk membantu percepatan coal phase out memalui skema pembiayaan, namun berbagai risiko tidak efektifnya JETP tetap saja menjadi momok tersendiri yang harus tetap diperhatikan. Ketidakpastian global dapat saja mempengaruhi komitmen negara-negara JETP menjadi dukungan yang semua dan sebaliknya malah mendukung keberlangsungan industri batubara.
Namun terlepas dari semua itu, bahwa Just Transition akan membawa dampak yang sangat luas terutama pada kelompok rentan. Perempuan dan anak perempuan dari rumah tangga berpenghasilan rendah, menjadi kelompok rentan dalam mendapatkan akses terhadap energi ramah lingkungan dan terjangkau. Untuk itu perlu sedini mungkin mempromosikan isu keadilan dan kesetaraan gender yang inklusif sebagai indikator transisi yang adil di Indonesia.
Pemerintah harus duduk bersama dengan pengusaha, pekerja, lembaga masyarakat, akademisi dan organisasi masyarakat lainnya untuk melakukan dialog sosial dalam menyusun berbagai program dan kebijakan untuk mendukung pencapaian kesetaraan gender.
Mempromosikan isu kesetaraan gender yang inklusif sebagai indikator dalam transisi yang adil. Promosi ini dapat dijadikan sebagai penyebarluasan narasi pengarusutamaan gender yang adil dan inklusif dalam transisi yang berkeadilan di Indonesia.
Selain itu juga perlu memperkuat pengetahuan organisasi masyarakat sipil baik di tingkat daerah maupun nasional mengenai aspek gender yang inklusif dalam transisi yang adil. Ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para pemangku kepentingan di tingkat lokal dan nasional tentang aspek keadilan dalam transisi energi.
Melalui dialog sosial maka keterlibatan semua lapisan masyarakat akan memberikan banyak masukan yang dapat dijadikan rekomendasi untuk program dan kebijakan dalam kesetaraan gender. Melalui kebijakan dan program yang dihasilkan maka kesetaraan gender akan mengalami kemajuan. Kebijakan nasional harus memfasilitasi partisipasi perempuan dalam angkatan kerja. Mekanisme penegakan hukum yang tegas melalui undang-undang larangan diskriminasi gender ditempat kerja. Kepastian akses yang setara yang dimiliki perempuan dalam bidang politik dan ekonomi. Kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan dan pelatihan untuk menutupi kesenjangan di pasar tenga kerja.Kesetaraan Gender Dalam Transisi Berkeadilan adalah suatu keharusan.
Penulis :
Royanto Purba
(Ketua Umum FSP KERAH BIRU-SPSI)