Beranda » Berita Kerah Biru >>Konsultasi Reformasi Kebijakan JHT dan JP
Jakarta_Kerahbirunews,- International Labour Organization (ILO) Kantor Jakarta mengundang Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam rangka konsultasi reformasi kebijakan Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Kegiatan yang berlangsung di Kantor ILO, Menara Thamrin Jakarta, Selasa,20 Agustus 2024 dihadiri Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru, Royanto Purba dan Ketua Bidang Jaminan Sosial Kerah Biru, Alvina J turut hadir pada acara tersebut.
Kepala Bidang Program Analisis Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Ronald Yusuf dalam pemaparannya menyampaikan tentang Konsep Pensiun sehubungan dengan telah terbitnya Undang-Undang No.4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Dijelaskannya bahwa tujuan utama program pensiun ada dua yakni insurance (perlindungan terhadap kemiskinan di masa pensiun) dan comsumption smoothing (menjaga daya beli dari masa kerja hingga pensiun).
Pemerintah telah menyiapkan desain program yang baik dengan indikator keseimbangan adequacy (kecukupan), affordability (keterjangkauan) dan sustainability (keberlanjutan). Artinya bahwa program pensiun harus layak dimana manfaat yang diberikan diharapkan dapat mencukupi kebutuhan hidup layak. Selain itu juga, program pensiun harus terjangkau, dimana kebutuhan pendanaan sistem pensiun dapat dijangkau oleh negara dan masyarakat, dan berkelanjutan, yakni program pensiun diharpkan dapat berkesinambungan.
Sementara itu, Ippei Tsuruga (Social Protection Programme Manager at International Labour Organization) memberikan perbandingan program pensiun dengan negara Jepang. Ippei menyoroti langkah pemerintah dalam merancang Jaminan Pensiun sebagai berikut:
1. Iuran yang akan dibayarkan ke rekening tabungan individu (JHT) iuran pasti akan disimpan ke dalam dua rekening terpisah untuk mencegah pekerja menarik dana sebelum pensiun. Distribusi akan menjadi 65% untuk rekening tabungan pensiun dan 35% untuk rekening fleksibel yang memungkinkan penarikan untuk pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, perumahan, dan PHK.
2. Pesangon menurut undang-undang yang diamanatkan untuk pemberi kerja oleh undang-undang ketenagakerjaan akan dihapuskan jika terjadi pensiun (tidak ada perubahan dalam kasus PHK). Pemerintah memperkirakan nilai pesangon pensiun setara dengan rata-rata 4,3% dari upah. 4,3% akan ditambahkan ke skema iuran pasti, JHT (0,3%) dan skema manfaat pasti, JP (4,0%). Dengan cara ini, Pemerintah menjelaskan kepada pemberi kerja tidak ada biaya tambahan pada pemberi kerja.
3. Iuran JHT akan dinaikkan dari 5,7% menjadi 6% (peningkatan 0,3% dibiayai oleh integrasi pesangon pensiun menurut undang-undang).
4. Kontribusi JP akan dinaikkan dari 3% menjadi 9%. Peningkatan 4% ditanggung oleh pemberi kerja, dibiayai oleh integrasi pesangon pensiun menurut undang-undang, dan 2% oleh peserta. Peningkatan iuran JP akan dilakukan secara bertahap selama 9-10 tahun (rata-rata 0,5% per tahun untuk pemberi kerja dan 0,25% untuk pekerja). Kecuali masa transisi yang cepat, tampaknya proposal ILO tentang penguatan JP diadopsi.
5. Tingkat akrual JP akan dinaikkan secara bertahap dari 1% per tahun menjadi 1,5%. Itu akan memenuhi standar minimum jaminan sosial ILO.
Revisi undang-undang atau peraturan ini tidak memiliki ruang lingkup untuk mengubah cakupan hukum: Ini mungkin yang terbaik yang dapat dilakukan Pemerintah untuk saat ini untuk memperbaiki sistem.
Tahun depan, Indonesia kemudian harus terus mengerjakan perpanjangan pertanggungan (wajib bagi semua karyawan), pembentukan Floor Zero (perpanjangan untuk pekerja dalam pekerjaan informal dan penduduk lainnya) dan peran JHT (sukarela atau wajib), yang memerlukan amandemen undang-undang jaminan sosial. ILO akan mendukung penuh perombakan UU Jaminan Sosial.
Sementara itu Ketua Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru-SPSI mengharapkan agar pemerintah dengan melibatkan ILO dapat membuat program peningkatan literasi keuangan kepada pekerja agar pekerja memiliki keterampilan dalam mengatur keuangan termasuk masa depan.
Selain itu, Wakil Sekjen DPP KSPSI itu juga berharap agar pengelolaan Pajak PPN sebesar 12% dapat dialokasikan sebagai jaminan sosial fundamental agar mencakup seluruh masyarakat.