Lokakarya ARC UI

 

Beranda » Berita Kerah Biru >>Lokakarya ARC UI

Jakarta_Kerahbirunews,-   Bertempat di Gedung Komunikasi FISIP Universitas Indoneisa, Asia Research Centre, Universitas Indonesia (ARC UI) menyelenggarakan Workshop Co-Production of Knowledge bersama para NGO, Organisasi Masyarakat Adat dan Serikat Pekerja. Kegiatan yang berlangsung pada Jumat, 15 November 2024 tersebut dihadiri langsung Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru, Royanto Purba.

Dr.Suraya Affif (ARC UI) yang juga merupakan dosen UI dalam pembukaannya mengatakan bahwa  transisi ekonomi rendah karbon telah menghadirkan serangkaian dilema etika dan kebijakan. Peningkatan permintaan mineral pening seperti kobalt, litium dan nikel akibat dari transisi energi telah mendorong ekstraksi besar-besaran sumberdaya mineral khususnya di Indonesia.

Sementara itu, Dr. Siti Maimunah selaku moderator acara menjelaskan perlu mendengar pengalaman dari para NGO, Masyarakat, Akademisi dan Perwakilan Pekerja/Buruh terkait dengan proses transisi yang padat mineral dan ekstraktif. Menurutnya tanpa tata Kelola sumberdaya alam dan transisi yang proaktif, jalur saat ini akan memperburuk kerugian ekonomi dan lingkungan yang menyebabkan pada ketidak adilan.

Tidak berpikir linier melainkan berpikir sistematik

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru, Royanto Purba saat dimintai keterangan terkait kegiatan tersebut, kepada media menjelaskan bahwa ada dua perspektif dari peserta workshop yakni antara yang mendukung dan tidak mendukung transisi energi. Menurutnya berbagai pengalaman seperti dari IESR, AEER, CELIOS, AMAN dan ICEL semakin memberikan infomasi yang komprehensif terkait permasalahan-permasalahan yang timbul akaibat dari ektraktifisme di dunia tambang.

Royanto mengatakan bahwa Just Energi Transisi tidak boleh dipikirkan secara linier, dimana focus kita hanya tertuju pada perunahan iklim. Semestinya kita harus “system thinking” dimana konsep berpikir kita dengan cara memahmi dunia yang kompleks melalui korelasi antar bagian system.

“Intinya begini,bahwa bicara transisi energi seharusnya dimulai dari kerangka dimana batas luar dari system yang akan dibentuk adalah lingkungan, lalu didalamnya ada sosial masyarakat, dan kemudian terakhir ekonomi. Jangan terbalik, dimana ekonomi yang menjadi batas terluar, ini mengakibatkan seperti carut marutnya kondisi ekstraksi saat ini” jelasnya.

Menurut Wakil Sekjen DPP KSPSI itu, meski pemerintah menjelaskan bahwa hilirisasi nikel telah memberi nilai tambah namun yang menjadi pertanyaan, apakah nilai tambah itu telah sesuai dengan semua kerusakan atau dampak negatif yang diakibatkan pada lingkungan yang didalamnya terdapat sosial masyarakat dan ekonomi?

Anggota DJSN Periode 2024-2029 itu juga menegaskan bahwa perlu memikirkan ulang sikap ambisius tentang Transisi Energi. Diantara pro dan kontra, harus diakui bahwa penciptaan bumi yang lebih baik untuk masa depan generasi mendatang adalah sebuah keniscayaan. Melibatkan berbagai lapisan masyarakat sangat efektif untuk menciptakan sinergi dalam Menyusun kebijakan-kebijakan yang adil, adaptif dan efesien.

 

By Kerah Biru

Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru berdiri pada tanggal 29 September 2022 di Jakarta. Merupakan Federasi Serikat Anggota termuda yang berafliasi pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *