Mitigasi dini Perubahan Iklim

Beranda » Berita Kerah Biru » Nasional >>Jaminan Sosial Adalah Mitigasi Dini Perubahan Iklim Saat Terjadi Risiko

 

Jakarta_Kerahbirunews,-  Ketua Bidang Jaminan Sosial Pengurus Pusat Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KB-SPSI), Alvina , dalam wawancara media perihal program bidang jaminan sosial FSP KB-SPSI menyoroti dampak perubahan iklim global dalam kaitannya dengan perlindungan sosial bagi masyarakat khususnya pekerja.

“Kita benar-benar serius dalam masalah Jaminan Sosial ini, terutama dalam turut serta menyadarkan anggota untuk memahami pentingnya jaminan sosial bagi proteksi kondisi yang tidak terduga di depan. Salah satu kegiatan dalam waktu dekat ini adalah pada tanggal 17 Juni 2023 nanti,FSP KB-SPSI akan mengadakan Sosialisasi Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Pekerja Informal” ungkap Alvina.

Namun menurutnya yang tak kalah penting adalah sebagaimana data yang dikeluarkan oleh Cross Dependency Initiative (XDI), Indonesia menduduki peringkat ke 4 masuk dalam peringkat negara paling rentan pada risiko iklim.

Cuaca ekstrim, banjir, longsor, dan bencana lainnya diperkirakan akan semakin intens akibat dari perubahan cuaca global. Indonesia yang sebagian besar penduduknya menempati wilayah-wilayah pesisir tentu akan sangat terpengaruh oleh naiknya muka air laut yang membawa banyak dampak kerugian kedepannya yang disebut Risiko Iklim.

Menurut Alvina risiko iklim akan berdampak signifikan pada ekonomi, pasar tenaga kerja, dan rumah tangga. Risiko iklim seperti kejadian cuaca ekstrem, bencana alam, dan perubahan iklim jangka panjang dapat mengganggu kegiatan ekonomi. Gangguan ini dapat menyebabkan kerusakan infrastruktur, penurunan produktivitas pertanian, peningkatan biaya energi, dan penurunan perdagangan dan pariwisata. Akibatnya, bisnis mungkin menghadapi kerugian finansial, keuntungan berkurang, dan premi asuransi meningkat. Kondisi ini akan menggoyahkan pasar keuangan, mempengaruhi investasi, nilai aset, dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Alvina juga menambahkan bahwa risiko iklim akan memengaruhi pasar tenaga kerja dalam berbagai cara. Misalnya, peristiwa cuaca ekstrem yang merusak infrastruktur fisik, menyebabkan hilangnya pekerjaan dan pengangguran di industri yang terkena dampak. Gangguan dalam rantai pasokan karena peristiwa terkait iklim juga dapat berdampak pada bisnis dan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja. Selain itu, sektor-sektor seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan, juga membawa dampak pada pekerjaan di industri-industri tersebut. Hal ini membutuhkan  langkah-langkah adaptasi dan mitigasi dapat menciptakan lapangan kerja baru di sektor-sektor seperti energi terbarukan, efisiensi energi, dan infrastruktur berkelanjutan.

Selain itu risiko iklim tentu akan berdampak langsung pada rumah  tangga, terutama yang tinggal di daerah rawan. Peristiwa cuaca ekstrem dapat merusak atau menghancurkan rumah, menyebabkan pemindahan dan kesulitan keuangan. Gangguan terkait iklim, seperti gelombang panas yang berkepanjangan atau suhu dingin yang ekstrim, dapat meningkatkan biaya energi untuk rumah tangga, yang berdampak pada anggaran mereka. Perubahan produktivitas pertanian akibat perubahan iklim juga dapat mempengaruhi harga pangan yang berpotensi menyebabkan peningkatan biaya hidup. Selain itu, risiko iklim dapat berdampak pada kesehatan masyarakat, yang mengakibatkan peningkatan biaya perawatan kesehatan dan penurunan kesejahteraan rumah tangga.

“Kita berharap pemerintah memiliki strategi dalam membuat langkah-langkah yang adaptif sebagi mitigasi terhadap risiko iklim, dimana strategi ini bertujuan untuk tetap meningkatkan perlindungan pekerja. Kita memahami bahwa Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) merupakan bagian dari kemajuan Adaptive Social Protection (ASP) oleh pemerintah, namun perlu lebih meningkatkan jika pekerja mengalami suatu kondisi akibat risiko iklim” tutup Alvina dalam wawancara singkat di Cibubur, Selasa,(23/05/2023).

By Kerah Biru

Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru berdiri pada tanggal 29 September 2022 di Jakarta. Merupakan Federasi Serikat Anggota termuda yang berafliasi pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *