Sistem Administrasi Ketengakerjaan Nasional

Beranda » Berita Kerah Biru » Nasional >>Pandangan Pada Sistem Administrasi Ketengakerjaan Nasional

 

Jakarta_Kerahbirunews,_Sekretaris Jenderal Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indoesia melakukan Konsultasi Tripartit Dalam Rangka Pencermatan Pelaporan Implementasi Konvensi International Labor Organization (ILO)  yang belum diratifikasi untuk peroode tahun 2023. Wakil Sekretaris Jenderal DPP KSPSI Royanto Purba  yang mewakili KSPSI dalam acara tersebut kepada media kerahbirunews mengatakan bahwa sebagai anggota International Labor Organization (ILO), Indonesia wajib memberi laporan implementasi konvensi ILO dan Rekomendasi ILO yang belum di ratifikasi. Acara Konsultasi Tripartit tersebut berlangsung di Hotel Ciputra Cibubur berlangsung sejak tanggal 22 hingga 23 Februari 2023.

Menjawab pertanyaan media tentag pandangan umum sektor informal tentang sistem administrasi ketenagakerjaan ini, Royanto yang juga Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KB-SPSI) menjelaskan bahwa mengacu pada konvensi ILO No.150 tahun 1978, administrasi ketenagakerjaan didefinisikan sebagai kegiatan publik di bidang ketenagakerjaan nasional yang meliputi : pembentukan, perumusan, dan implementasi kebijakan.

“Secara praktek sebenarnya pemerintah dalam sistem administrasi ketenagakerjaan sudah mengacu atau mengimplementasikan isi dari Konvensi ILO-150” pungkas Royanto.

Sistem Administrasi Ketenagakerjaan di Indonesia yang dikepalai Kementrian Ketenagakerjaan RI yang membawahi Sekretaris Jenderal,  Inspektorat Jenderal,  Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan, Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Vokasi dan Produktivitas, Dirjen Pembinaan, Penempatan, Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan Dirjen Pembinaan dan Pengawasan K3. Pandangan pekerja adalah bahwa lembaga administrasi ini cukup untuk membentuk, merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan ketenagakerjaan terlebih lagi dengan dukungan para kepala biro, kepala inspektorat, dan beberapa kepala bidang maupun direktur bidang dibawah dirjen. Pekerja yakin bahwa 7 tugas kementrian ketenagakerjaan dapat berjalan dengan baik dalam pembentukan, perumusan dan implementasi kebijakan.

Sistem Administrasi Ketenagakerjaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Konvensi ILO 150 menyatakan bahwa Sistem Administrasi Ketenagakerjaan adalah sistem yang mencakup seluruh badan administrasi pemerintah bertanggung jawab atas dan atau berurusan dengan administrasi ketenagakerjaan; baik departemen maupun instansi pemerintahan, termasuk instansi-instansi yang meliputi wilayah parastatal, wilayah pemerintahan daerah (regional), dan wilayah setempat (lokal) atau bentuk lain administrasi pemerintahan yang terdesentralisasi dan kerangka-kerangka kelembagaan yang digunakan untuk mengkordinasikan kegiatan badan-badan administrasi pemerintahan tersebut dan untuk berkonsultasi dengan,serta mengajak keikutsertaan, pengusaha dan pekerja beserta organisasi mereka.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa administrasi ketenagakerjaan tidak meliputi organisasi pengusaha dan organisasi pekerja namun kedua organisasi ini dapat memiliki perwakilan dalam berbagai badan koordinasi dan konsultasi ketenagakerjaan, sehingga praktek tripatrisme tampak sebagai prinsip administrasi ketenagakerjaan.Pekerja memandang bahwa dalam hal ini pun telah berjalan dengan baik.

Secara umum Pekerja memandang bahwa sistem administrasi ketenagakerjaan di Indonesia senantiasa berkembang meski tidak menampik banyak hal yang harus dibenahi terlebih dalam sifat administrasi ketenagakerjaan dari yang bersifat protektif yang berkutat pada perlindungan terhadap upah, waktu kerja, kondisi kerja, dan perlindungan dari cidera atau penyakit akibat kerja, menjadi bersifat pengembangan. Sifat Pengembangan yang merupakan pandangan modern terhadap sifat administrasi ketenagakerjaan harus menjadi kekuatan penggerak terlebih pada perubahan sosial budaya masyarakat, perubahan pola kerja akibat kemajuan teknologi/digitalisasi.

Royanto  memandang perlunya beberapa hal dilakukan dengan segera untuk mendapatkan suatu sistem administrasi ketenagakerjaan yang jauh lebih baik lagi, diantaranya :

  1. Pembentukan Tripartit  berdasarkan sektor ketenagakerjaan  sehingga perumusan kebijakan dan pelaksanaanya langsung mencapai sasaran.
  2. Jumlah pengawasan ketenagakerjaan, karena menurut informasi yang kita terima masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang merugikan pekerja akibat lemahnya pengawasan ketenagakerjaan, perlu dipertimbangkan mengenai kuantitas dan kualitas pelaksananya. Perlu juga membuat rumusan apa-apa saja yang tidak diakomodir oleh undang-undang sehingga membuat fungsi pengawasan itu menjadi lemah.
  3. Pekerja mengapresiasi dengan berbagai upaya pemerintah dalam mendorong bipartit, termasuk salah satunya pelaksanaaan Bipartit Awards yang dapat memberikan dorongan dan motivasi bagi pengusaha dan pekerja untuk meningkatkan dialog sosial. Untuk itu kedepan pelatihan peningkatan komunikasi untuk tujuan konsiliasi dan mediasi di bidang ketenagakerjaan dapat di galakkan kepada kaum pekerja dan pengusaha demi mendorong terciptanya hubungan bipartit.
  4. Peningkatan konsultasi dan kerjasama antara pihak berwenang dan badan publik, dan organisasi pengusaha dan pekerja. Pekerja yang terdiri dari berbagai latar belakang Pendidikan tentu tidak memiliki kesamaan pengetahuan dalam hal kebijakan ataupun peraturan ketenagakerjaan, para pengurus organisasi perlu pelatihan yang intensif baik tentang aspek-aspek yang wajib diketahui dalam dunia ketenagakerjaan untuk kemudian dapat ditularkan pada pekerja anggota serikat, sehingga dengan demikian para pekerja benar-benar paham apa hak dan kewajibannya.
  5. Banyak kasus diperbatasan yang sulit untuk diawasi yang rentan terhadap pelanggaran peraturan ketenagakerjaan, kita ambil contoh pekerja perikanan ada berapa data yang kita miliki jumlah pekerja dalam sektor tersebut tentu ini juga menyangkut data. Sistem pendataan sudah tidak dapat lagi ditunda, sistem administrasi ketenagakerjaan harus mampu menciptakannya demi peningkatan pelayanan ketenagakerjaan.
  6. Dalam Hubungan ketenagakerjaan pekerja mengharapkan agar dialog sosial lebih diutamakan, perlu pelatihan-pelatihan untuk buruh dalam hal mediasi dan konsiliasi sehingga tidak berujung di penyelesaian hubungan industrial atau ranah hukum yang jauh lebih menguras energi.
  7. Dalam hal Penyediaan lapangan kerja dan penempatan kerja, kami pekerja berharap agar perhatian di sektor informal lebih lagi diperhatikan. Pekerja memandang bahwa Perppu No 2 tahun 2022 tidak dengan baik mengakomodir kepentingan pekerja rentan atau informal. Apabila UMKM menjadi salah satu upaya dalam penyerapan ketenagakerjaan maka kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk mengatur pekerja di UMKM baik upah, waktu kerja, dan sistem K3 nya tentu harus diperhatikan sebelum terjadi penyimpangan akibat tidak diakomodir oleh suatu peraturan.
  8. Pekerja juga mengharapkan agar pemerintah lebih lagi memperhatikan pekerja rentan atau informal terutama dalam peningkatan kompetensi mereka. Kami ambil contoh bahwa pekerja bangunan lepas tentu akan memiliki keberatan apabila mereka dipungut bayaran untuk mengikuti pelatihan, pelatihan bangunan hijau atau konstruksi hijau atau para pekerja berwawasan ramah lingkungan tentu sangat perlu bagi pekerja sehingga mereka mampu bersaing. Intinya peningkatan kompetensi harus lebih lagi ditingkatkan.
  9. Dalam hal penelitian ketenagakerjaan tentu kami pekerja belum banyak mengetahui informasi tentang ini. Kalaupun ada hasil dari penelitian tentunya kami pekerja berhak juga mengetahui sehingga menambah wawasan para pekerja.

Untuk pengaturan yang bersifat organisasi dan struktural baik yang berkaitan dengan koordinasi, struktur, desentralisasi dan unit pelayanan bidang, pekerja memandang bahwa pemerintah dalam hal ini kementrian ketenagakerjaan akan berusaha senantiasa meningkatkan kinerja para staf yang bertanggung jawab. Kami berharap alur birokrasi dapat semakin di efektifkan. Demikian juga sumber daya dan staf, pekerja meyakini bahwa pemerintah telah memiliki standar yang baik untuk hal tersebut.

Menyoroti masalah Kebijakan dalam hal reformasi ekonomi, pekerja mengkritisi bahwa meskipun perencanaan pembangunan nasional dalam wilayah kerja Bappenas, namun keterlibatan kementrian ketenagakerjaan harus lebih lagi karena bagaimanapun ekonomi dan pembangunan nasional tidak terlepas dari maslah ketenagakerjaan.

Meski sifat administrasi ketenagakerjaan itu menuntut intervensi pemerintah namun kami melihat intervensi dari pemerintah sendiri telah menjadi kendala dalam program reformasi ekenomi yang menekankan pasar bebas, kegiatan produktif, dan efesien. Pekerja mengharapkan agar administrasi ketenagakerjaan mampu memformulasikan keseimbangan yang tepat untuk menempatkan intervensi yang seimbang antara efesiensi ekonomi dan kepentingan perlindungan sosial.

Pada bagian terakhir Royanto mengatakan “Kami pekerja meminta kepada pemerintah untuk mengkaji kembali definisi “pekerja” . Mengapa ? Perubahan yang begitu cepat telah mengubah banyak hal dalam bidang ketenagakerjaan. Menurut kami pemerintah lambat dalam mengantisipasi pendefinisian “pekerja” yang selama ini hanya mengartikan “pekerja” sebagai pekerja formal. Hal ini tampak dari perundang-undangan yang berlaku. Perubahan definisi “pekerja” tentu akan membawa dampak pada perubahan definisi tempat kerja, waktu kerja,yang akan bermuara pada pembuatan kebijakan yang mengakomodir hak dan kewajiban pekerja dengan baik. Pekerja merasa desakan pada pendefinisian “pekerja” harus sesuai dengan jamannya sehingga membawa perubahan juga pada program-program yang dicanangkan bagi pekerja itu sendiri “.

Royanto Purba Dalam Konsultasi Tripartit

By Kerah Biru

Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru berdiri pada tanggal 29 September 2022 di Jakarta. Merupakan Federasi Serikat Anggota termuda yang berafliasi pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *