Beranda » Berita Kerah Biru » Nasional >>Penurunan Jumlah Kelas Menengah Indonesia
Jakarta_Kerahbirunews,- Manajer Program Jaminan Sosial Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Kantor Jakarta, Ippei Tsuruga menyoroti angka penurunan kelas menengah di Indonesia. Hal ini disampaikannya melalui pesan online kepada kerahbirunews, pada Kamis, 14 Agustus 2024.
Dalam penjelasannya Ippei menegaskan bahwa penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia sangat memprihatinkan mengingat rencana pembangunan jangka panjang pemerintah yang berfokus pada perluasan demografi untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Kelas menengah adalah pusat dari strategi pemerintah.
“Saya tidak heran jika sebuah studi menunjukkan bahwa kelas menengah sedang berjuang. Banyak faktor yang terlibat dalam menghasilkan tren seperti itu, tetapi saya ingin fokus pada pajak dan perlindungan sosial di sini.” jelasnya.
Peningkatan pajak pertambahan nilai (PPN) (menjadi 11% pada tahun 2022 dan 12% pada tahun 2025) secara teoritis akan berdampak pada masyarakat kelas menengah dan berpenghasilan rendah dengan berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan. Pemerintah harus memikirkan bagaimana mendistribusikan kembali pajak yang terkumpul melalui instrumen perlindungan sosial. Saat ini, pajak yang terkumpul terutama digunakan untuk program-program yang ditargetkan secara sempit, samar-samar, dan sering kali tidak tepat sasaran bagi masyarakat miskin melalui Program Keluarga Harapan (PKH),Program Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK), dan program-program bantuan sosial lainnya. Kelas menengah membayar lebih banyak biaya sekarang daripada di masa lalu, tetapi mereka tidak mendapatkan manfaat dari program-program tersebut.
Pendekatan yang lebih efektif untuk mendorong dan mempertahankan kelas menengah melalui perlindungan sosial adalah dengan memberikan jaminan pensiun untuk semua penduduk. Penuaan dan penyakit akan dialami oleh sebagian besar orang sepanjang hidupnya. Meskipun Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hampir mencapai cakupan universal, pensiun adalah agenda yang paling mendesak di Indonesia.
Lebih lanjut Ippei menjelaskan bahwa upaya meningkatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat menjadi peluang untuk membangun mekanisme redistribusi yang lebih efektif bagi kelas menengah. Pengalaman Jepang mungkin relevan untuk Indonesia. Pensiun Nasional Jepang bersifat setengah-subsidi (pajak menanggung separuh pengeluaran, sementara kontribusi dari penduduk menanggung separuh lainnya), dan semua penduduk diwajibkan untuk membayar iuran tetap. Pemerintah bertindak sebagai pemberi kerja de facto bagi warga negara untuk meringankan biaya mereka. Ketika subsidi menjadi pengaturan permanen, pemerintah meningkatkan PPN dari 5% menjadi 8% dan mengalokasikannya untuk subsidi Pensiun Nasional (dan program jaminan sosial lainnya). Dengan cara ini, Jepang mengaitkan sistem pensiun universal dengan metode ‘pengumpulan’ universal.
Dalam keterangan tersebut Ippei megusulkan model yang serupa kepada Pemerintah Indonesia tahun lalu. Menurut Assosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) kenaikan PPN tahun 2025 akan meningkatkan pendapatan negara setidaknya sebesar Rp 80 triliun. Menurut perkiraan dalam proposal ILO, jumlah ini akan cukup untuk mulai membayar setidaknya Rp. 500.000 per bulan (setara dengan nilai garis kemiskinan) untuk semua individu di atas usia 75 tahun di Indonesia.
Menerapkan sistem seperti ini secara teknis dapat dilakukan. Faktor kuncinya adalah kemauan politik untuk beralih dari program-program yang ditargetkan secara sempit ke pendekatan yang lebih universal yang mendukung tujuan pemerintah untuk meningkatkan jumlah kelas menengah. Strategi ini dapat mengatasi tantangan langsung dari penurunan jumlah kelas menengah dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dalam jangka panjang.