Beranda » Berita Kerah Biru >>Perlunya Perilaku Yang Selaras Fasilitas Kesejahteraan
Jakarta_Kerahbirunews,- Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) FSP Kerah Biru-SPSI, Purwandono menegaskan perlunya dorongan kepada pekerja dalam membangun perilaku yang positif sehingga penyediaan fasilitas kesejahteraan pekerja di perusahaan tidak mubajir. Hal ini disampaikannya dalam sesi tanggapan pada Konsultasi Nasional Penyempurnaan Panduan Fasilitas Kesejahteraan Pekerja, Selasa, 25 Juni 2024.
Purwandono hadir bersama Ketua Umum FSP Kerah Biru-SPSI , Royanto Purba dalam memenuhi undangan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja bekerjasama (Dirjen PHI-JSK) dengan International Labour Organization (ILO) Jakarta terkait kegiatan Konsultasi Nasional tersebut.
“Perlu upaya-upaya untuk merubah perilaku , jangan sampai kemudian fasilitas yang disediakan , menjadi mubajir karena tidak ada perilaku untuk itu.Misalnya dibikin fasilitas olah raga tapi perilaku untuk hidup sehat atau olah raga tidak ada” ungakp lelaki yang akrab dipanggil Ipung tersebut.
Menurutnya fasilitas kesejahteraan yang dilakukan perusahaan sebenarnya tidak perlu terlalu rumit. Misalnya saja perlu mendorong setiap pekerja untuk melakukan medical check up, namun ada minimalnya misalnya sebatas kesehatan darah, tes diabetes, dan lain sebagainya namun dilakukan rutin.
“Jadi salah satu fasilitas kesejahteraan pekerja adalah dengan mendorong perubahan-perubahan perilaku, dan perilaku-perilaku itu bisa dilakukan kalau memang ada keinginan untuk merubah perilaku tersebut. Perubahan perilaku ini busa didorong oleh peraturan-peraturan namun juga diawasi dengan benar” pungkas Ipung.
Sementara itu, Wakil Sekjen DPP KSPSI Royanto Purba dalam menanggapi salah satu peserta undangan yang menyatakan untuk mencantumkan kepesertaan BPJS Kesehatan dalam fasilitas kesehatan. Menanggapi hal tersebut Royanto mengatakan bahwa hal itu tidak perlu mengingat telah diatur dalam perundang-undangan lainnya.
“Saya melihat bahwa panduan yang dipresentasikan tadi masih telalu mengambang dan bahkan cenderung menjadi tumpeng tindih dengan berbagai aturan atau panduan yang telah ada” ungkap Ketua Umum FSP Kerah Biru-SPSI tersebut.
Misalnya saja, fasilitas tempat ibadah yang selama ini sudah berjalan dan tidak menemui kendala. Namun apabila dicantumkan dapat membuat penafsiran yang cenderung tidak membangun, katakanlah bagaimana sebuah perusahaan menyediakan fasilitas ibadah jika terdapat berbagai keyakinan di perusahaan tersebut.
“Intinya apa yang telah ada panduannya seperti KB, K3, atau normatif yang telah diatur ketenagakerjaan, tidak perlu dituangkan lagi karena dapat mengakibatkan tidak harmonisnya berbagai kebijakan” ungkap Royanto.