Refleksi Implementasi PA

Beranda » Berita Kerah Biru >> Refleksi Implementasi PA (Paris Agreement)

 

Jakarta_Kerahbirunews,-   Paris Agreement (Perjanjian Paris) yang ditandatangani oleh 196 negara pada Desember 2015 menjadi suatu petunjuk arah bagi dunia dalam menghadapi climate change (perubahan iklim) global. Paris Agrement (PA) menjadikan keharusan (bersifat mengikat) bagi negara-negara dalam melakukan komitmen yang kuat secara progresif. Dokumen PA telah memuat kerangka kerja aksi iklim global, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Selain itu juga terdapat  kerangka pelaporan yang transparan dan dukungan bagi negara-negara berkembang.

Salah satu bagian utama dari PA adalah usaha untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) global. Upaya ini melalui  pembatasan kenaikan suhu global rata-rata dengan berupaya membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat celcius. GRK sendiri sebenarnya bagian yang penting dalam menjaga suhu bumi untuk menyokong berlangsungnya kehidupan. Tanpa GRK tentu bumi akan menjadi jauh lebih dingin dan bisa mencapai 18 derajat Celcius. Namun sebaliknya jika konsentrasi GRK meningkat, maka radiasi inframerah jauh lebih banyak untuk ditahan oleh atmosfir sehingga menyebabkan suhu tinggi. Suhu tinggi (pemanasan global) inilah yang akhirnya berimbas pada climate change (perubahan iklim).

Mengacu pada laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), menunjukkan bahwa krisis iklim telah meningkat secara intens akibat aktivitas manusia. Kenaikan temperature bumi mencapai 1,1 derajat Celcius dan menunjukkan prediksi kenaikan temperature rata-rata 2,8 derajat Celcius pada tahun 2100. Dapat disimpulkan bahwa angka ini mendekati dua kali lipat dari target yang tertuang dalam PA sebesar 1,5 derajat Celcius.

Climate Change (Perubahan Iklim)

Perubahan iklim adalah berbagai variasi kondisi rata-rata pada perubahan jangka panjang suhu dan pola cuaca. Pada awalnya perubahan iklim lebih dipengaruhi oleh adanya variasi siklus matahari. Namun meningkatnya aktivitas manusia pada era 1850, perubahan iklim lebih banyak dipengaruhi oleh penggunaan energi fosil (Batubara).

IPCC menempatkan Karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4)  sebagai pemicu meningkatnya pemanasan global. Energi dan industri yang menduduki atas penyebab gas rumah kaca. Penggunaan energi Batubara akan menghasilkan lebih banyak CO2 per unit energi dari bahan fosil lainnya. Disinyalir bahwa Batubara melepas 66 persen lebih banyak CO2 per unit energi yang dihasilkan. Pemicu lainnya dalah pembukaan lahan hutan (deforestasi).

Perubahan suhu yang tidak alami ini tentu memberikan gangguan pada kesetimbangan alam semula. Pencairan kutub yang dapat meningkatkan permukaan laut dan akan mengancam pulau-pulau kecil dan pesisir Pantai. Tentu berdampak juga pada kebutuhan sinar matahari pada terumbu karang yang tertutupi oleh naiknya muka laut dan mengancam biota laut. Disamping itu juga perubahan salinitas air laut akibat bercampurnya air tawar (es kutub) kedalam air laut akan mengancam pola arus dan sirkulasi panas di dalam laut. Pada akhirnya mencairnya kutub akan semakin memicu pemanasan global karena berkurangnya permukaan es yang berfungsi memantulkan sinar matahari kembali ke angkasa.

Perubahan iklim telah membawa berbagai konsekuensi yang harus ditanggung oleh manusia. Fenomena kelangkaan air, kekeringan berkepanjangan, banjir, kebakaran hutan, dan badai merupakan sebagian dampak perubahan iklim. Perubahan iklim berdampak juga pada penurunan keanekaragaman hayati dan juga pengaruh pada kualitas kesehatan. Bumi terancam dengan risiko kelaparan dan diperkirakan akan terjadi peningkatan pengungki akibat perubahan iklim dimasa depan.

Mitigasi Climate Change (Perubahan Iklim)

Mengurangi dampak yang lebih parah terhadap risiko perubahan iklim  (mitigasi) harus dilakukan sedini mungkin. Pengurangan aliran GRK melalui pengalihan energi fosil ke energi hijau merupakan prioritas utama yang dapat dilakukan. Target Net Zero Emission harus menjadi semangat global dalam upaya menstabilkan GRK.

Mitigasi harus dilakukan terencana dan terstruktur agar memiliki jangka waktu yang cukup untuk ekositem beradaptasi secara alami terhadap perubahan iklim. Kepastian produksi pangan yang yang tidak terancam dan Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan bagian dari mitigasi tersebut.

Adaptasi perubahan iklim harus melibatkan penyesuaian terhadap iklim aktual pada masa depan. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko dampak buruk dari perubahan iklim tersebut. Misalnya adaptasi terhadap naiknya permukaan laut, berbagai kejadian cuaca ekstrim dan kerawanan pangan. Adaptasi harus mampu membawa manusia pada pemanfaatan peluang-peluang yang terkait dengan perubahan iklim.

Salah satu yang perlu digarisbawahai adalah bahwa climate change meski sebagai isu global namun perubahan yang terjadi dirasakan dalam skala lokal. Hal ini mengharuskan pemerintah setempat harus berdiri pada garis terdepan dalam membuat kebijakan-kebijakan adaptif. Pemerintah dapat melibatkan berbagai elemen seperti pengusaha, pekerja dan lapisan masyarakat untuk membicarakan kerangka-kerangka kebijakan adaptif terhadap risiko perubahan iklim.

Oleh sebab itulah pemerintah mulai dari tingkat pusat, propinsi dan kabuapten/kota harus melakukan upaya adaptif melalui kebijakan yang diterbitkan. Perubahan iklim harus menjadi salah satu bagian dari rencana Pembangunan.  Kebijakan-kebijakan tentang tata kelola bencana ekstrim, tata kelola lahan dan hutan, tata kelola pesisir dan lain sebagainya yang didasarkan pada perubahan iklim.

 Implementasi PA di Indonesia

Refleksi Implementasi PA.  Indonesia pada tahun 2016 telah menetapkan Nationally Determined Contribution (NDC) yang meliputi komitmen untuk mengurangi  GRK sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan Internasional.  Upaya ini sudah termasuk dalam pengendalian deforestasi, pengelolahan lahan berkelanjutan dan pengembangan energi terbarukan serta efesiensi energi.

Undang-undang No.16 tahun 2016 tentang Pengesahan PA menjadi dasar hukum implementasi perjanjian di tingkat nasional. Ini merupakan kontribusi kebijakan dalam mendukung implentasi PA. Berbagai peraturan dan kebijakan sektoral juga diterbitkan. Seperti Rencana Aksi Nasional Penurunan GRK dan kebijakan Nasional Pengendalian deforetasi dan degradasi hutan.

Selain langkah-langkah peningkatan penggunaan energi terbarukan dengan program dan insentif untuk pengembangan sumber energi terbarukan, Indonesia juga melakukan upaya memperoleh dukungan International dalam mengatasi perubahan iklim baik regional dan international. Salah satunya melalui mekanisme keuangan seperti Green Climate Fund (GCF) dan Global Environment Facility (GEF). Tujuannya adalah dalam implementasi NDC dan proyek-proyek mitigasi dan adaptasi.

Bagaimana nasib pekerja ?

Refleksi Implementasi PA di Indonesia tentu harus berdampak pada pekerja. sebagaimana diketahui bahwa perubahan global yang terjadi tentu membawa berbagai dampak perubahan dalam tatanan kehidupan. Tak terkecuali juga tatanan ketenagakerjaan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Perubahan iklim yang dibarengi kemajuan teknologi telah memberi gangguan dalam dunia kerja. Hilangnya berbagai jenis pekerjaan telah meningkatkan jumlah pekerja informal secara cepat. Peningkatan ini membutuhkan penanganan yang serius dalam merubah keterampilan pekerja untuk mendapatkan kepastian kerja pada pekerjaan-pekerjaan baru yang muncul.

Perubahan iklim akibat pemanasan global telah memicu keputusan pemberhentian energi fosil kepada energi hijau. Just energy transition menjadi isu penting dalam mencapai Net Zero Emission sebagai mitigasi pada perubahan iklim. Kondisi inilah yang membawa perubahan atau disrupsi pada dunia kerja yang juga harus segera mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Dialog sosial tripartit yang melibatkan pemerintah, pengusaha dan pekerja secara khusus dalam just energy transition harus dilakukan. Dialog sosial akan mengakomodir semua kepentingan tripartit dapat menjadi efisien. 

Tentang Refleksi Implementasi PA

Penulis :

Royanto Purba

Ketua Umum FSP Kerah Biru-SPSI

By Kerah Biru

Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru berdiri pada tanggal 29 September 2022 di Jakarta. Merupakan Federasi Serikat Anggota termuda yang berafliasi pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

One thought on “Refleksi Implementasi Paris Agreement Dalam Mitigasi dan Adaptasi”
  1. Makasih banget buat infonya yang keren abis! Gak pernah ngecewain, selalu update dan relevan. Buat yang suka pendekin link, nih saran gue: cobain V.af! Gue udah nyoba, bener-bener efisien dan desainnya kece parah. Langsung aja cek di V.af ya. Terima kasih lagi buat konten keren di situs ini, semangat terus, guys! 🚀🌟

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *