Beranda » Berita Kerah Biru >> Reformasi Holistik TVET
Jakarta_Kerahbirunews,- Pembangunan berkelanjutan memiliki tantangan yang tidak remeh untuk diwujudkan. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan ibarat mewujud nyatakan sesuatu yang abstrak menjadi nyata. Gangguan akibat pandemi Covid-19 yang berlanjut pada tumpang tindihnya masalah global termasuk kondisi geopolitik menjadi penyebab seratnya jalan menuju transisi yang adil. Sebagai contoh perang Rusia dan Ukraina telah mengakibatkan gangguan pada produksi dan ketersediaan pangan, padahal kedua negara ini merupakan produsen yang mengekspor hampir sepertiga dari ekspor dunia.
Krisis keuangan global, pasca pandemi telah mengakibatkan banyak kemerosotan finansial terutama negara yang mengandalkan perdagangannya ke negara-negara eropa yang pada saat bersamaan mengalami kemerosotan ekonomi. Disatu sisi laju pertumbuhan populasi terutama negara-negara berkembang semakin menjadikan kebutuhan sumber daya yang semakin tinggi, dan ini semakin memberatkan upaya transisi yang adil.
Tingkat kemiskinan dan pengangguran juga semakin tinggi, ini terjadi akibat kendala dalam upaya pengentasannya terhadang oleh pandemi dan krisis pasca pandemi. Kondisi ini semakin memperbesar kesenjangan baik antar negara maupun di dalam negara sendiri. Pengangguran juga semakin meningkat terlebih dalam transformasi ekonomi yang sedang dilakukan berbagai negara. Hingga Agustus 2023 jumlah pengangguran di Indonesia menembus angka 7,86 juta orang berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Angka ini disinyalir akan bertambah seiring bertambanhnya jumlah angkatan kerja.
Pembangunan yang berkelanjutan yang terintegrasi dengan transisi yang adil, inklusif dan ramah lingkungan merupakan agenda yang sangat ambisius dan membutuhkan pendanaan yang besar. Diversifikasi dan transformasi ekonomi juga membutuhkan kebijakan-kebijakan yang koheren. Mahalnya pembangunan industri hijau juga dikhawatirkan akan menaikkan harga-harga komoditi tambang disebabkan keterbatasan sumber daya. Naiknya harga ini akan memicu naiknya harga-harga produksi ramah lingkungan yang disebabkan meningkatnya permintaan yang tidak diimbangi pasokannya. Ini yang akan menyebabkan green inflation (greenflation).
Terlepas dari semua kendala di atas, salah satu yang perlu disoroti dalam pembangunan yang berkelanjutan dalam transisi yang adil adalah kesiapan tenaga kerja yang terampil. Berkumandangnya greenjobs yang rendah karbon yang memberikan banyak peluang kerja masa depan tetap saja menjadi sesuatu yang hayal bagi kebanyakan orang. Seharusnya pengetahuan tentang apa-apa saja jenis pekerjaan masa depan itu sudah bisa di klasifikasikan sejak dini. Dengan demikian masyarakat semakin paham arah ketrampilan mana yang akan dipilih.
TVET Sebagai Sistem Penyediaan Pekerja Terampil
Transisi hijau membawa suatu perubahan besar dalam dunia ketenagakerjaan. Penciptaan lapangan kerja baru dan sekaligus hilangnya lapangan kerja lama akibat perubahan sumber daya energi , membawa dampak pada perubahan penggunaan teknologi yang berbasis ramah lingkungan. Tentu persyaratan keterampilan juga akan mengalami banyak perubahan seiring transformasi tersebut.
Salah satu upaya menyiapkan tenaga kerja yang terampil adalah melalui pendidikan kejuruan dan pelatihan (Technical Vocational Education and Training). Technical Vocational Education and Training (TVET) merupakan sistem yang strategis dalam menyiapkan anggota masyarakat untuk bekerja dengan kemampuan soft-skill yang baik. TVET memerlukan masukan dari saringan kebutuhan ekonomi hijau yang tetap berorientasi pada ramah lingkungan dan sirkular. Selain itu perkembangan ekonomi informal diberbagai negara berkembang juga harus menjadi perhatian yang tepat dengan mengintegrasikannya pada sisem TVET modern. Dengan pengintegrasian ekonomi informal kedalam sistem TVET maka kelompok marginal terfasilitasi secara inklusif.
Dalam melaksanakan TVET pada transformasi ekonomi hijau perlu menyelaraskannya dengan ukuran-ukuran perlindungan sosial yang konprehensif. Sebagaimana diketahui bahwa transisi ekonomi rendah karbon akan mengakibatkan disrupsi (gangguang) tatanan dunia kerja, maka TVET sebagai instrument yang penting harus fleksibel terhadap perubahan syarat-sayarat keterampilan yang dibutuhkan ekonomi hijau. TVET harus mampu menularkan keterampilan dasar pekerjaan inti yang dapat ditularkan (transferable).
Sistem TVET merupakan wadah penanganan awal serta pelatihan ulang (re-skilling) maupun peningkatan keterampilan (up-skilling). Selain itu agar tujuan kesetaraan tetap tercapai maka kesetaraan gender dengan melibatkan perempuan menjadi salah satu faktor yang harus dimasukkan dalam sistem TVET. Dalam industri energi terbarukan diperkirakan peran serta perempuan dapat mencapai 10% lebih tinggi dibandingkan industri energi fosil. Selain itu TVET harus koheren dengan kebijakan pasar tenaga kerja dalam memfasilitasi transisi yang adil.
TVET Membutuhkan Reformasi Holistik
Reformasi yang holistik pada TVET merupakan kebutuhan mendesak. Saat ini TVET dinilai terlalu lemah untuk mendukung transisi yang adil (just transition). Pendanaan yang tidak memadai, kurangnya tenaga pengajar dan instruktur yang terampil serta tidak jelasnya mekanisme tata kelola pemerintah menjadi kendala kemajuan TVET.
Harus disadari bahwa tingginya mobilitas tenaga kerja dengan siklus inovasi yang lebih pendek dan juga tren digitalisasi yang meningkat, maka antisipasi harus didasarkan pada sistem informasi pasar tenaga kerja nasional. Keterlibatan pihak swasta dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk memperkirakan pasar tenaga kerja terkait dengan TVET. Melalui kolaborasi dengan pihak swasta maka dapat ditentukan profil dan kurikulum pendidikan ramah lingkungan dalam moderenisasi industri hijau.
Adaptasi TVET Untuk Respon Cepat
TVET harus bisa cepat beradaptasi dengan pekerjaan yang ada sebagai respon dari permintaan ketrampilan dalam pasar tenaga kerja ekonomi hijau. Selama ini TVET cenderung lambat dalam menanggapi perubahan permintaan keterampilan. Artinya perlu pertimbangan tercapainya keseimbangan kebijakan antara pembuatan proyek, perancang proyek dan pelaksana proyek. TVST harus melakukan pendekatan “respon cepat” termasuk dalam memberi dukungan kepada sektor swasta. Mengembangkan program pelatihan di perusahaan dan juga pengembangan program pelatihan non-formal dengan modul pelatihan tersertifikasi. Intinya profil pekerjaan hijau senantiasa berpedoman pada relevansi bidang pekerjaan dan keterampilan ramah lingkungan.Pengarusutamaan konten ramah lingkungan harus menjadi aspek panduan kebijakan penyusunan kurikulum standar yang dimiliki setiap negara.
Reformasi Holistik TVET adalah keharusan. Masyarakat saat ini harus tahu bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk mengembangkan keterampilan oleh kesadaran pentingnya pembangunan berkelanjutan. Literasi TVST hijau harus tersampaikan pada masyarakat sehingga pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dapat berjalan dengan baik.