Gas rumah kaca (GRK) merujuk pada sejumlah gas di atmosfer yang dapat menyerap dan memancarkan radiasi inframerah, yang berkontribusi terhadap efek rumah kaca dan pemanasan global. Beberapa gas tersebut antara lain karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), dan gas-gas lainnya seperti uap air dan ozon.
Peningkatan konsentrasi Gas rumah kaca , terutama CO2 yang berasal dari kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan industri, menyebabkan peningkatan suhu global. Pemanasan global ini memiliki dampak yang luas, termasuk perubahan iklim, naiknya permukaan laut, dan gangguan ekosistem.
Salah satu aspek kritis dari Gas rumah kaca adalah sifat persistennya di atmosfer. Misalnya, CO2 dapat tinggal di atmosfer selama berabad-abad. Oleh karena itu, tindakan untuk mengurangi emisi Gas rumah kaca menjadi sangat penting. Banyak negara dan organisasi telah berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas rumah kaca melalui berbagai kebijakan dan inisiatif, seperti meningkatkan efisiensi energi, mengadopsi energi terbarukan, dan melestarikan hutan.
Penting untuk memahami bahwa berbagai sektor berkontribusi pada emisi Gas rumah kaca , termasuk energi, transportasi, pertanian, dan industri. Peningkatan kesadaran akan dampak Gas rumah kaca juga telah mendorong inovasi dalam teknologi bersih dan solusi ramah lingkungan.
Upaya internasional seperti Persetujuan Paris bertujuan untuk mengurangi emisi Gas rumah kaca secara global dan membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Dengan meningkatnya kesadaran dan aksi kolaboratif, diharapkan masyarakat global dapat mengatasi tantangan pemanasan global dengan mengurangi emisi Gas rumah kaca dan menjaga keseimbangan lingkungan bagi generasi mendatang.
Isu GRK mencadi isu dalam persoalan global warming. Perubahan iklim yang diakibatkan oleh konsentrasi meningkat GRK membuat negara-negara beralih energi fosil ke energi hijau.