Beranda » Berita Kerah Biru » Nasional >> Geolpolitik Mendatangkan Tantangan Pasar Tenaga Kerja
Jakarta_Kerahbiru,- Ketegangan geopolitik yang muncul seperti konflik di Ukraina, pemulihan dari pandemik yang tidak merata dan berkelanjutan, dan tersendatnya rantai pasokan. Kondisi ini telah menciptakan sebuah kondisi stagflasi bersamaan dengan tingginya inflasi dan menurunnya pertumbuhan ekonomi atau penurunan Produk Domestik Bruto (PDB). Tentu para pembuat kebijakan dihadapkan pada sebuah tantangan trade-off, Trade off adalah usaha untuk meningkatkan kualitas suatu aspek dengan mengurangi kualitas dari aspek lainnya. Hal ini disebabkan urusan dengan inflasi yang tinggi pada saat pemulihan pekerjaan yang belum tuntas akibat dampak pandemi.
Sebagian besar negara belum dapat kembali ke tahapan pekerjaan dan jam kerja sebagaimana yang dapat berlaku pada akhir tahun 2019. Masa dimana sebelum merebaknya COVID-19 yang mengakibatkan krisis Kesehatan. Saat bersamaan harga produsen pasokan, terutama di pasar makanan dan komoditas mengalami kenaikan. Kenaikan ini mendorong terjadinya lonjakan inflasi harga konsumen dan mendorong bank sentral mengambil kebijakan yang lebih ketat. Sementara itu tidak ada peningkatan yang sesuai dengan pendapatan tenaga kerja sehingga memberikan suatu ancaman krisis biaya hidup. Krisis ini mengancam mata pencaharian rumah tangga dan resiko ekonomi yang menyeluruh. Kondisi lain, banyak negara memiliki akumulasi hutang yang besar yang meningkat oleh kebutuhan mengatasi dampak parah dari pandemi. Dan ini memberikan resiko hutang global yang benar-benar menyebabkan krisis yang lebih besar serta membahayakan pemulihan pada “frontier market”.
Ketidakpastian global mengancam pasar tenaga kerja
Di tengah kondisi seperti ini, secara umum telah menurunkan pekerjaan yang layak hampir diseluruh belahan dunia dan rusaknya keadilan sosial. Ratusan juta orang kekurangan akses untuk mendapatkan pekerjaan berbayar. Meningkatnya pekerja informal justu sering tidak memiliki akses ke perlindungan sosial dan hak-hak dasar dalam bekerja. Mereka tidak mampu mengekspresikan kepentingan mereka melalui dialog sosial. Banyak pekerja gagal untuk keluar dari kemiskian akibat tidak meratanya distribusi pendapatan juga ketidaksetaraan prospek pasar tenaga kerja di berbagai tempat, Belum lagi kesenjangan gender masih terdapat disemua bidang dunia kerja, ditambah lagi kaum muda yang justru menghadapi tantangan khusus.
Paska Covid-19 sektor informal dan pekerja miskin mengalami peningkatan yang cukup pesat. Terlepas dari pemulihan yang dimulai pada tahun 2021, kurangnya kesempatan kerja yang lebih baik justru semakin berlanjut. Bahkan diperkirakan akan semakin memburuk . Dengan perlambatan yang diproyeksikan, dapat saja mendorong pekerja masuk pada suatu situasi pekerjaan berkualitas rendah dan perampasan hak perlindungan sosial.
Penurunan kualitas akibat ketidakpastian menjadi perhatian penting
Pendapatan tenaga kerja rill turun saat harga melebihi pendapatan normal. Hasilnya adalah penekanan permintaan negara berpendapatan tinggi kepada negara berpendapatan rendah dan menengah melalui hubungan rantai pasokan global (global supply chain). Selain itu ganguan yang terus menerus pada rantai pasokan juga semakin mengancam prospek pekerjaan dan kualitas pekerjaan. Keadaan ini terutama pada frontier market dan tentu akan semakin turunnya prospek pemulihan pasar tenaga kerja yang cepat.
Singkatnya, ketidakpastian telah muncul secara global, memberikan dampak yang menyedihkan pada investasi bisnis terutama bisnis kecil dan usaha menengah. Suatu kondisi yang mengikis upah rill dan mendorong pekerja kembali pada pekerjaan informal. Kemajuan pengentasan kemiskinan selama dekade sebelumnya sebagian besar tersendat dan konvergensi pada standar hidup. Kualitas kerja yang selama ini telah berjalan, menjadi terhenti akibat perlambatan pertumbuhan produktivitas secara global. Akibatnya berkurangnya pekerjaan yang layak secara besar-besaran semakin sulit terbendung.
disadur dari www.ilo.com