Tantangan kesetaraan gender

Beranda » Berita Kerah Biru » Nasional >>Tantangan Kesetaraan Gender

 

Jakarat_Kerahbirunews,-  Peraturan Presiden (Perpres) No.18 Tahun 2020 memuat tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)  tahun 2020-2024. Dalam lampiran Perpres tersebut tertuang sasaran RPJMN Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024. Secara singkat sasaran RPJMN tersebut adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan Makmur. Hal ini dicapai melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif.  Penekanan ini berlaku di berbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Sasaran ini akan menjadi dasar bagi tercapainya tujuan Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025.

Kesetaraan gender menjadi salah satu yang diintegrasikan dalam setiap tahapan RPJMN. Sejak Tahap Pertama yakni 2005-2009  hingga 2020-2024 yang keempat pengintegrasian ini tetap dilaksanakan. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam tahapan Pembangunan Nasional. Bahkan pada Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 ditetapkan Pengarusutamaan Gender (PUG). PUG ini merupakan salah satu dari  empat pengarusutamaan (mainstreaming) pembangunan dalam RPJMN 2020-2024. Diahrapkan PUG dapat mengatasi tantangan kesetaraan gender di tengah masyarakat.

PUG strategi integrasi perspektif tantangan kesetaraan gender

Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan strategi untuk mengintegrasikan perspektif gender kedalam Pembangunan. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender sehingga mampu menciptakan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia. Kesetaraan gender dapat dicapai dengan mengurangi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya. Selain itu juga , berpartisipasi di seluruh proses pembangunan dan pengambilan keputusan, serta memperoleh manfaat dari pembangunan.

Sebagai strategi pengintegrasian perspektif gender dalam Pembangunan, PUG harus berupaya mengembangkan perspektif gender kekalangan masyarakat secara lebih luas.Tantangan kesetaraan gender dari perspektif agama dan budaya masih membutuhkan penanganan khusus.

Perspektif yang menjadi tantangan kesetaraan gender

Menyamakan perspektif tidaklah mudah. Kesetaraan gender akan selalu menjadi topik yang hangat  untuk dibicarakan.  Meskipun pemerintah dan upaya global untuk mencapai kesetaraan gender terus meningkat, namun harus diakui berbagai tantangan masih terjadi. Tantangan tersebut terutama dalam konteks budaya dan agama yang beraneka ragam. Pandangan terhadap kesetaraan gender sering kali menjadi perdebatan yang kompleks dan sensitif, terutama ketika dilihat dari perspektif budaya dan agama.

Dari perspektif agama, interpretasi terhadap ajaran agama seringkali menjadi faktor penentu dalam pemahaman peran gender. Beberapa keyakinan agama mungkin memperkuat perbedaan gender, sementara yang lain dapat mengedepankan prinsip-prinsip kesetaraan. Tantangan utama muncul ketika interpretasi agama digunakan untuk mendukung ketidaksetaraan gender atau membatasi hak dan kebebasan perempuan.

Dengan demikian akan sangat penting untuk menggali pemahaman mendalam terhadap ajaran agama dan meresapi nilai-nilai universal kesetaraan. Tentu dalam setiap ajaran agama mungkin saja tertanam dalam ajaran kesetaraan gender tersebut. Dialog antara tokoh agama, pemimpin masyarakat, dan aktivis gender dapat membantu menciptakan ruang bagi penafsiran yang lebih inklusif terhadap agama.

Perspektif budaya juga memiliki tantangan tersendiri. Di berbagai budaya, norma-norma sosial yang berkembang selama bertahun-tahun dapat menciptakan tantangan dalam mencapai kesetaraan gender. Beberapa masyarakat mungkin masih memegang teguh tradisi yang membatasi peran gender. Budaya yang menghasilkan ketidaksetaraan dalam peluang pendidikan, pekerjaan, dan keterlibatan dalam kehidupan masyarakat. Upaya untuk merombak norma-norma ini seringkali dihadapkan pada resistensi dan perubahan yang lambat.

Dalam beberapa kasus, adat istiadat dan tata nilai masyarakat dapat menjadi penghalang bagi perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka. Masyarakat dunia dihadapkan pada tugas membangun kesadaran akan pentingnya membebaskan diri dari norma kultural yang dapat menghambat kesetaraan gender.

Dibutuhkan keterlibatan tokoh agama dan budayawan dalam persektif gender

Menghadapi tantangan kesetaraan gender dari perspektif budaya dan agama membutuhkan kerjasama antara pemerintah, lembaga masyarakat, dan individu. Edukasi, dialog terbuka, dan pengembangan kesadaran gender dapat membantu mengubah norma-norma yang membatasi kesetaraan.

Melibatkan pemimpin agama dalam upaya ini juga dapat membuka jalan menuju interpretasi agama yang lebih inklusif dan mendukung kesetaraan gender. Meskipun proses ini mungkin memerlukan waktu, hasilnya dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara. Diharapkan pada akhirnya semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.

Dalam menghadapi tantangan kesetaraan gender, pemahaman mendalam terhadap budaya dan agama menjadi kunci untuk menciptakan perubahan positif. Perubahan positif inilah yang  yang berdampak luas dalam masyarakat dalam menyamakan perspektif kesetaraan gender.

Penulis :

Sarita Rahma  ( Ketua Bidang Pemebrdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak FSP Kerah Biru-SPSI)

By Kerah Biru

Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru berdiri pada tanggal 29 September 2022 di Jakarta. Merupakan Federasi Serikat Anggota termuda yang berafliasi pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

2 thoughts on “Tantangan Kesetaraan Gender Ditinjau Dari Perspektif Agama dan Budaya”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *